Minggu, 28 Februari 2010

Abunawas Menjadi Penjahit

Ketika masih muda, Abu Nawas pernah bekerja di sebuah toko jahit.

Suatu hari majikannya datang membawa satu kendi madu dan karena kuatir madu tersebut diminum oleh Abu Nawas, maka majikannya berbohong dengan berkata, "Abu, kendi ini berisi racun dan aku tidak mau kamu mati karena meminumnya!!!"

Sang majikan pun pergi keluar, pada saat itu Abu Nawas menjual sepotong pakaian, kemudian menggunakan uangnya untuk membeli roti dan menghabiskan madu itu dengan rotinya.

Majikannya pun datang dan sadar bahwa pakaian yang dijualnya ternyata kurang satu sedangkan madu dalam kendi juga telah habis. Bertanya dia pada Abu Nawas, "Abu!!! Apa sebenarnya yang telah terjadi..?".

Abu Nawas menjawab, "Maaf tuan, tadi ada seorang pencuri yang mencuri pakaian tuan, lalu karena aku takut akan dimarahi tuan, jadi aku putuskan untuk bunuh diri saja menggunakan racun dalam kendi itu..."

cerita wanita & anak


— Ini kisah tentang manusia. I

ni tentang duka dua wanita. Wanita pertama melahirkan dua anak kembar dan ditinggal suami yang menikahinya secara siri. Wanita kedua berkeinginan menolong dengan cara menjual bayi-bayi malang itu.

Dengan alasan ekonomi, bayi kembar yang baru dilahirkan dijual kepada orang lain. Praktik penjualan bayi itu diketahui polisi setelah aparat mendengar kabar bahwa seorang ibu yang tak pernah diketahui hamil tiba-tiba menggendong bayi yang diakuinya sebagai anak.

Bayi-bayi lucu berjenis kelamin perempuan dan laki-laki itu (atau disebut kembar dampit) ditawarkan Rp 2,1 juta per bayi. Asih Nur Asyiah alias Mey (30), warga Kelurahan Banjarmelati, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, menjadi tersangka dalam kasus penjualan bayi ini.

Mey nekat menawarkan dua bayi kembar yang dilahirkan Sandra Purba (23) dengan dalih untuk membantu. Kata Mey, Sandra kebingungan dengan biaya persalinan anaknya. Lelaki yang menikahi Sandra secara siri ternyata tidak bertanggung jawab dan pergi setelah mengetahui dirinya hamil. “Mey mengambil alih bayi kembar itu saat keduanya masih baru beberapa hari dilahirkan,” kata Kapolsekta Mojoroto AKP Bambang Sutikno.

Keterangan yang diperoleh Surya menyebutkan, dua bayi tersebut lahir dari rahim Sandra–warga Kepanjen, Kabupaten Blitar–pada Kamis (7/5) malam dan Jumat dini hari. Yang lahir pertama adalah bayi perempuan. Proses kelahiran dilakukan dengan bantuan seorang bidan di Desa Semampir, Mojoroto.

Keduanya lahir normal. Diketahui, persalinan di bidan itu menghabiskan biaya sekitar Rp 1 juta. Hingga saat ini belum diketahui pekerjaan Sandra. Meski kemarin diperiksa, tak bisa diperoleh keterangan langsung darinya.

Yang pasti, menurut informasi dari kepolisian, Sandra selama ini bekerja di Surabaya. Sekitar setahun lalu, kabarnya ia dinikahi secara siri oleh seorang lelaki di Surabaya. Tetapi setelah tahu Sandra hamil, suaminya itu kabur.

Diantar oleh seorang temannya yang bernama Yanto, Sandra akhirnya dibawa ke rumah Mey di Banjarmelati, Kecamatan Mojoroto, tatkala usia kandungannya sudah 9 bulan. Saat itu, Sandra mengaku sedang bingung karena dirinya tak memiliki biaya yang cukup untuk melahirkan.

Juga masih sedang digali apa hubungan Sandra dengan Mey, apakah mereka berteman, ataukah Sandra baru mengenal Mey setelah dibawa seorang temannya ke rumahnya.

Dalam pengakuannya di hadapan polisi kemarin, Mey menuturkan bahwa dirinya menjual dua bayi itu kepada dua orang yang berbeda. Bayi perempuan dijual kepada warga tetangga desanya, yakni Sri Walina (49) dari Kelurahan Bandar Kidul, Mojoroto. Sedangkan bayi laki-laki dijual ke Rio, seorang warga Magetan.

Namun, Mey menolak jika dikatakan menjual bayi. Ia berdalih bahwa bayi itu benar-benar dia berikan pengasuhannya kepada orang yang jelas. “Mey meminta uang Rp 2,1 juta kepada masing-masing orang yang menerima bayi itu darinya,” kata AKP Bambang Sutikno.

Terungkapnya praktik jual beli bayi tersebut bermula ketika polisi mendengar kabar tentang adanya bayi perempuan dalam asuhan Sri Walina, yang jadi perbincangan warga di Banjarmelati. Warga menaruh curiga, karena baik Walina maupun anggota keluarganya, tidak pernah diketahui sedang hamil. Kok tiba-tiba kemudian ada bayi di gendongan Sri Walina.

Karena terus jadi gunjingan warga, kabar tentang Sri Walina yang tiba-tiba memiliki bayi itu akhirnya sampai ke Polsekta Mojoroto. Petugas kepolisian kemudian bergerak dan menggali informasi ke sejumlah warga. Akhirnya, diketahui bahwa bayi itu berasal dari Mey.

“Mey mengatakan pada Sandra bahwa ada orangtua yang sanggup mengasuh dengan baik serta mengadopsi bayinya,” ucap Kapolsekta Mojoroto. Setelah Sandra setuju menyerahkan kedua bayinya, Mey lantas memberikan uang sekitar Rp 20.000 kepada Sandra. Biaya persalinan juga dijanjikan akan dilunasi Mey.

Dari pemeriksaan diketahui, pemberian uang oleh Sri Walina terkait penyerahan bayi itu terjadi dua kali. Awalnya, Mey meminta uang muka Rp 1 juta untuk menutup biaya persalinan. Kemudian, ia meminta Rp 1,1 juta setelah bayi diberikan. Alasannya, uang tambahan untuk biaya pengurusan surat-menyurat terkait kelahiran bayi.

Bayi diserahkan kepada Sri pada 9 Mei. Pada tanggal yang sama bayi kedua yang berjenis kelamin laki-laki diserahkan kepada Rio dari Magetan. “Uang itu semua sebetulnya akan saya serahkan ke Sandra setelah dia sembuh dari perawatan,” dalih Mey yang sehari-hari berjualan pempek. Padahal, kata polisi, uang tersebut ternyata untuk kepentingan pribadi Mey.

Sri Walina yang ditemui Surya kemarin menyatakan tak merasa ada masalah dengan bayi yang diperolehnya dari Mey. Malahan, perempuan berjilbab ini telah menyiapkan nama Rizki Sahada untuk bayi perempuan itu. “Saya tidak tahu kalau bayi itu sampai ke tangan saya tanpa sepengetahuan ibu kandungnya,” kata Walina. Ia mengaku mau memberi uang yang diminta Mey demi membiayai persalinan orangtua si bayi.

Mey kemarin langsung ditetapkan sebagai tersangka untuk pelanggaran UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun.

Sementara itu, dari data yang ada di Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jatim, sebagian besar penjualan bayi bermotif ekonomi. Baik itu oleh orangtua si bayi sendiri maupun oleh orang lain yang memanfaatkan kelahiran bayi, yang dianggap bermasalah. ”Yang dimaksud orang lain bisa petugas atau orang yang punya akses atas bayi-bayi yang baru lahir. Misalnya bidan, saudara, teman, dan tetangga terdekat,” ungkap Priyono Adi Nugroho, Ketua LPA Jatim, ketika dihubungi Surya, Minggu (10/5) malam.

Dalam catatan LPA, ada beberapa pelaku yang mungkin terlibat dalam penjualan bayi. Pertama, orangtua yang dengan sengaja menjual anak yang baru dilahirkan karena tak punya biaya, baik untuk perawatannya maupun untuk biaya persalinan. Kedua, petugas yang membantu proses kelahiran, menjual bayi tanpa sepengetahuan orangtua si bayi. Biasanya orangtuanya miskin. ”Alasan yang disampaikan kepada orangtua bahwa si bayi meninggal saat dilahirkan atau melakukan penipuan dengan membuat surat persetujuan palsu dari orangtua,” lanjut Priyono.

Ketiga adalah petugas yang memanfaatkan ketidaktahuan orangtua si bayi dan membujuknya agar memberikan bayinya kepada orang lain. Keempat, saudara, teman, atau tetangga yang dititipi anak yang baru lahir lantas menjualnya kepada orang lain untuk mendapatkan sejumlah uang. ”Dalam kasus ini, cukup sering juga bahwa orangtua yang akhirnya bersedia melepas bayinya, biasanya juga karena faktor ekonomi,” kata Priyono.

Modus kelima adalah menjual anak dari orangtua yang tidak jelas status pernikahannya atau karena kelahiran bayi tidak diinginkan. Misalnya perempuan yang masih dalam status siswi atau mahasiswi dan hamil di luar nikah. ”Kasus seperti ini biasanya terjadi saat si ibu hanya bermaksud menitipkan bayinya untuk dirawat orang lain