Kamis, 25 Maret 2010
cerita sedih ! kisah cinta seorang anak.
wajahnya lumayan tampan namun terlihat agak bodoh. Sam, suamiku,
memberinya nama Eric. Semakin lama semakin nampak jelas bahwa anak ini
memang agak terbelakang. Saya berniat memberikannya kepada orang lain
saja.
Namun Sam mencegah niat buruk itu. Akhirnya terpaksa saya
membesarkannya juga. Di tahun kedua setelah Eric dilahirkan saya pun
melahirkan kembali seorang anak perempuan yang cantik mungil. Saya
menamainya Angelica. Saya sangat menyayangi Angelica, demikian juga
Sam. Seringkali kami mengajaknya pergi ke taman hiburan dan
membelikannya pakaian anak-anak yang indah-indah.
Senin, 22 Maret 2010
Cerita Sedih Seorang Ayah.
Inikah nasib? Terlahir sebagai menantu bukan pilihan. Tapi aku dan Kania harus tetap menikah. Itu sebabnya kami ada di Kantor Catatan Sipil. Wali kami pun wali hakim. Dalam tiga puluh menit, prosesi pernikahan kami selesai. Tanpa sungkem dan tabur melati atau hidangan istimewa dan salam sejahtera dari kerabat. Tapi aku masih sangat bersyukur karena Lukman dan Naila mau hadir menjadi saksi. Umurku sudah menginjak seperempat abad dan Kania di bawahku.. Cita-cita kami sederhana,ingin hidup bahagia.
22 tahun yang lalu,
Pekerjaanku tidak begitu elit, tapi cukup untuk biaya makan keluargaku. Ya, keluargaku. Karena sekarang aku sudah punya momongan. Seorang putri, kunamai ia Kamila. Aku berharap ia bisa menjadi perempuan sempurna, maksudku kaya akan budi baik hingga dia tampak ! sempurna. Kulitnya masih merah, mungkin karena ia baru berumur seminggu. Sayang, dia tak dijenguk kakek-neneknya dan aku merasa prihatin. Aku harus bisa terima nasib kembali, orangtuaku dan orangtua Kania tak mau menerima kami.. Ya sudahlah. Aku tak berhak untuk memaksa dan aku tidak membenci mereka. Aku hanya yakin, suatu saat nanti, mereka pasti akan berubah.
19 tahun yang lalu,
Kamilaku gesit dan lincah. Dia sekarang sedang senang berlari-lari, melompat-lompat atau meloncat dari meja ke kursi la! lu dari kursi ke lantai kemudian berteriak ‘Horeee, Iya bisa terbang’. Begitulah dia memanggil namanya sendiri, Iya. Kembang senyumnya selalu merekah seperti mawar di pot halaman rumah. Dan Kania tak jarang berteriak, ‘Iya sayaaang,’ jika sudah terdengar suara ‘Prang’. Itu artinya, ada yang pecah, bisa vas bunga, gelas, piring, atau meja kaca.. Terakhir cermin rias ibunya yang pecah. Waktu dia melompat dari tempat tidur ke lantai, boneka kayu yang dipegangnya terpental. Dan dia cuma bilang ‘Kenapa semua kaca di rumah ini selalu pecah, Ma?’
18 tahun yang lalu,
Hari ini Kamila ulang tahun. Aku sengaja pulang lebih awal dari pekerjaanku agar bisa membeli hadiah dulu. Kemarin lalu dia merengek minta dibelikan bola. Kania tak membelikannya karena tak mau anaknya jadi tomboy apalagi jadi pemain bola seperti yang sering diucapkannya. ‘Nanti kalau sudah besar, Iya mau jadi pemain bola!’ tapi aku tidak suka dia menangis terus minta bola, makanya kubelikan ia sebuah bola. Paling tidak aku bisa punya lawan main setiap sabtu sore. Dan seperti yang sudah kuduga, dia bersorak kegirangan waktu kutunjukkan bola itu. ‘Horee, Iya jadi pemain bola.’
17 Tahun yang lalu
Iya, Iya. Bapak kan sudah bilang jangan main bola di jalan. Mainnya di rumah aja. Coba kalau ia nurut, Bapak kan tidak akan seperti ini. Aku tidak tahu bagaimana Kania bisa tidak tahu Iya menyembunyikan bola di tas sekolahnya. Yang aku tahu, hari itu hari sabtu dan aku akan menjemputnyanya dari sekolah. Kulihat anakku sedang asyik menendang bola sepanjang jalan pulang dari sekolah dan ia semakin ketengah jalan. Aku berlari menghampirinya, rasa khawatirku mengalahkan kehati-hatianku dan ‘Iyaaaa’. Sebuah truk pasir telak menghantam tubuhku, lindasan ban besarnya berhenti di atas dua kakiku. Waktu aku sadar, dua kakiku sudah diamputasi. Ya Tuhan, bagaimana ini. Bayang-bayang kelam menyelimuti pikiranku, tanpa kaki, bagaimana aku bekerja sementara pekerjaanku mengantar barang dari perusahaan ke rumah konsumen. Kulihat Kania menangis sedih, bibir cuma berkata ‘Coba kalau kamu tak belikan ia bola!’
15 tahun yang lalu,
Perekonomianku morat marit setelah kecelakaan. Uang pesangon habis untuk ke rumah sakit dan uang tabungan menguap jadi asap dapur. Kania mulai banyak mengeluh dan Iya mulai banyak dibentak. Aku hanya bisa membelainya. Dan bilang kalau Mamanya sedang sakit kepala makanya cepat marah. Perabotan rumah yang bisa dijual sudah habis. Dan aku tak bisa berkata apa-apa waktu Kania hendak mencari ke luar negeri. Dia ingin penghasilan yang lebih besar untuk mencukupi kebutuhan Kamila. Diizinkan atau tidak diizinkan dia akan tetap pergi. Begitu katanya. Dan akhirnya dia memang pergi ke Malaysia .
13 tahun yang lalu,
Setahun sejak kepergian Kania, keuangan rumahku sedikit membaik tapi itu hanya setahun. Setelah itu tak terdengar kabar lagi. Aku harus mempersiapkan uang untuk Kamila masuk SMP. Anakku memang pintar dia loncat satu tahun di SD-nya. Dengan segala keprihatinan kupaksakan agar Kamila bisa melanjutkan sekolah. aku bekerja serabutan, mengerjakan pekerjaan yang bisa kukerjakan dengan dua tanganku. Aku miris, menghadapi kenyataan. Menyaksikan anakku yang tumbuh remaja dan aku tahu dia ingin menikmati dunianya. Tapi keadaanku mengurungnya dalam segala kekurangan. Tapi aku harus kuat. Aku harus tabah untuk mengajari Kamila hidup tegar.
10 tahun yang lalu,
Aku sedih, semua tetangga sering mengejek kecacatanku. Dan Kamila hanya sanggup berlari ke dalam rumah lalu sembunyi di dalam kamar. Dia sering jadi bulan-bulanan hinaan teman sebayanya. Anakku cantik, seperti ibunya. ‘Biar cantik kalo kere ya kelaut aje.’ Mungkin itu kata-kata yang sering kudengar. Tapi anakku memang sabar dia tidak marah walau tak urung menangis juga. ‘Sabar ya, Nak!’ hiburku. ‘Pak, Iya pake jilbab aja ya, biar tidak diganggu!’ pintanya padaku. Dan aku menangis. Anakku maafkan bapakmu, hanya itu suara yang sanggup kupendam dalam hatiku. Sejak hari itu, anakku tak pernah lepas dari kerudungnya. Dan aku bahagia. Anakku, ternyata kamu sudah semakin dewasa. Dia selalu tersenyum padaku. Dia tidak pernah menunjukkan kekecewaannya padaku karena sekolahnya hanya terlambat di bangku SMP.!
7 tahun yang lalu,
Aku merenung seharian. Ingatanku tentang Kania, istriku, kembali menemui pikiranku. Sudah bertahun-tahun tak kudengar kabarnya. Aku tak mungkin bohong pada diriku sendiri, jika aku masih menyimpan rindu untuknya. Dan itu pula yang membuat aku takut. Semalam Kamila bilang dia ingin menjadi TKI ke Malaysia . Sulit baginya mencari pekerjaan di sini yang cuma lulusan SMP.. Haruskah aku melepasnya karena alasan ekonomi. Dia bilang aku sudah tua, tenagaku mulai habis dan dia ingin agar aku beristirahat. Dia berjanji akan rajin mengirimi aku uang dan menabung untuk modal. Setelah itu dia akan pulang, menemaniku kembali dan membuka usaha kecil-kecilan. Seperti waktu lalu, kali ini pun aku tak kuasa untuk menghalanginya. Aku hanya berdoa agar Kamilaku baik-baik saja.
4 tahun lalu,
Kamila tak pernah telat ! mengirimi aku uang. Hampir tiga tahun dia di sana . Dia bekerja sebagai seorang pelayan di rumah seorang nyonya. Tapi Kamila tidak suka dengan laki-laki yang disebutnya datuk. Matanya tak pernah siratkan sinar baik. Dia juga dikenal suka perempuan. Dan nyonya itu adalah istri mudanya yang keempat. Dia bilang dia sudah ingin pulang. Karena akhir-akhir ini dia sering diganggu. Lebaran tahun ini dia akan berhenti bekerja. Itu yang kubaca dari suratnya. Aku senang mengetahui itu dan selalu menunggu hingga masa itu tiba. Kamila bilang, aku jangan pernah lupa salat dan kalau kondisiku sedang baik usahakan untuk salat tahajjud. Tak perlu memaksakan untuk puasa sunnah yang pasti setiap bulan Ramadhan aku harus berusaha sebisa mungkin untuk kuat hingga beduk manghrib berbunyi. Kini anakku lebih pandai menasihati daripada aku. Dan aku bangga.
3 tahun 6 bulan yang lalu,
Inikah badai? Aku mendapat surat dari kepolisian pemerintahan Malaysia , kabarnya anakku ditahan. Dan dia diancam hukuman mati, karena dia terbukti membunuh suami majikannya. Sesak dadaku mendapat kabar ini. Aku menangis, aku tak percaya. Kamilaku yang lemah lembut tak mungkin membunuh. Lagipula kenapa dia harus membunuh. Aku meminta bantuan hukum dari Indonesia untuk menyelamatkan anakku dari maut. Hampir setahun aku gelisah menunggu kasus anakku selesai. Tenaga tuaku terkuras dan airmataku habis. Aku hanya bisa memohon agar anakku tidak dihukum mati andai dia memang bersalah.
2 tahun 6 bulan yang lalu,
Akhirnya putusan itu jatuh juga, anakku terbukti bersalah. Dan dia harus menjalani ! hukuman gantung sebagai balasannya. Aku tidak bisa apa-apa selain menangis sejadinya. Andai aku tak izinkan dia pergi apakah nasibnya tak akan seburuk ini? Andai aku tak belikan ia bola apakah keadaanku pasti lebih baik? Aku kini benar-benar sendiri. Wahai Allah kuatkan aku.
Atas permintaan anakku aku dijemput terbang ke Malaysia. Anakku ingin aku ada di sisinya disaat terakhirnya. Lihatlah, dia kurus sekali. Dua matanya sembab dan bengkak. Ingin rasanya aku berlari tapi apa daya kakiku tak ada.. Aku masuk ke dalam ruangan pertemuan itu, dia berhambur ke arahku, memelukku erat, seakan tak ingin melepaskan aku.
‘Bapak, Iya Takut!’ aku memeluknya lebih erat lagi. Andai bisa ditukar, aku ingin menggantikannya. ‘Kenapa, Ya, kenapa kamu membunuhnya sayang?’
‘Lelaki tua itu ingin Iya tidur dengannya, Pak. Iya tidak mau. Iya dipukulnya. Iya takut, Iya dorong dan dia jatuh dari jendela kamar. Dan dia mati. Iya tidak salah kan , Pak!’ Aku perih mendengar itu. Aku iba dengan nasib anakku. Masa mudanya hilang begitu saja. Tapi aku bisa apa, istri keempat lelaki tua itu menuntut agar anakku dihukum mati. Dia kaya dan lelaki itu juga orang terhormat. Aku sudah berusaha untuk memohon keringanan bagi anakku, tapi menemuiku pun ia tidak mau. Sia-sia aku tinggal di Malaysia selama enam bulan untuk memohon hukuman pada wanita itu.
2 tahun yang lalu,
Hari ini, anakku akan dihukum gantung. Dan wanita itu akan hadir melihatnya. Aku mendengar dari petugas jika dia sudah datang dan ada di belakangku. Tapi aku tak ingin melihatnya. Aku melihat isyarat tangan dari hakim di sana . Petugas itu membuka papan yang diinjak anakku. Dan ‘blass’ Kamilaku kini tergantung. Aku tak bisa lagi menangis. Setelah yakin sudah mati, jenazah anakku diturunkan mereka, aku mendengar langkah kaki menuju jenazah anakku.
Dia menyibak kain penutupnya dan tersenyum sinis. Aku mendongakkan kepalaku, dan dengan mataku yang samar oleh air mata aku melihat garis wajah yang kukenal. ‘Kania?’
‘Mas Har, kau … !’
‘Kau … kau bunuh anakmu sendiri, Kania!’
‘Iya? Dia..dia . Iya?’ serunya getir menunjuk jenazah anakku.
‘Ya, dia Iya kita. Iya yang ingin jadi pemain bola jika sudah besar.’
‘Tidak … tidaaak … ‘ Kania berlari ke arah jenazah anakku. Diguncang tubuh kaku itu sambil menjerit histeris. Seorang petugas menghampiri Kania dan memberikan secarik kertas yang tergenggam di tangannya waktu dia diturunkan dari tiang gantungan. Bunyinya ‘Terima kasih
Mama.’
Aku baru sadar, kalau dari dulu Kamila sudah tahu wanita itu ibunya.
Setahun lalu,
Sejak saat itu istriku gila. Tapi apakah dia masih istriku. Yang aku tahu, aku belum pernah menceraikannya. Terakhir kudengar kabarnya dia mati bunuh diri. Dia ingin dikuburkan di samping kuburan anakku, Kamila. Kata pembantu yang mengantarkan jenazahnya padaku, dia sering berteriak, ‘Iya sayaaang, apalagi yang pecah, Nak.’ Kamu tahu Kania, kali ini yang pecah adalah hatiku.
Jumat, 19 Maret 2010
Cerita Sedih T_T.
Mereka menginap di sebuah hotel berbintang 5. Mereka bergabung di kamar suite mewah di lantai 75 dimana ada 100 lantai di hotel itu.
Setelah mengikuti seminar yang melelahkan sampai malam, mereka pulang kembali ke hotel mereka.
Ternyata mereka kena apes, semua lift di di hotel itu macet total.
Mereka sudah cukup lelah untuk menunggu, lalu mereka sepakat naik menggunakan tangga darurat menuju kamar.
Sambil berjalan menuju pintu tangga darurat, CLiff punya usul, Supaya kita nggak bosen naik tangga sebegitu banyak, bagaimana kalau mulai lantai 1 sampai 25 saya akan menyanyikan sebuah lagu-lagu, lalu Animonzter akan menceritakan cerita yang lucu-lucu mulai lantai 26 sampai 50, dan akhirnya y0ng_en9el menceritakan mengenai cerita sedih mulai lantai 51 sampai 75.
Lalu mereka pun setuju. Mulailah mereka berjalan menaiki tangga, si Cliff pun mulai bernyanyi-nyanyi dengan gembira. Akhirnya lantai 25 sudah berlalu. Kemudian giliran berikutnya si Animonzter menceritakan hal yang lucu-lucu, hingga tak terasa lantai 50 hampir selesai. Akhirnya sampai ke lantai 51, mulailah si y0ng_en9el menceritakan cerita sedih.
y0ng_en9el bilang ., Baiklah, saya akan menceritakan sesuatu yang benar-benar membuat kita semua bersedih, ceritanya Ternyata KUNCI KAMAR KITA TERTINGGAL DI MOBIL ..
Kisah Seorang Ibu. Sedih sangat..sedih.
Ketika baca cerita nie, aku terfikir kan mak aku dan aku rasa sedih sangat.
Cuba korang hayati citer nie..:
ketika ibu saya berkunjung, ibu mengajak saya untuk shopping bersamanya kerana dia menginginkan sepasang kurung yg baru. Saya
sebenarnya tidak suka pergi membeli belah bersama dengan orang lain, dan saya bukanlah orang yang sabar, tetapi walaupun demikian kami pergi juga ke pusat membeli belah tersebut.
Kami mengunjungi setiap butik yang menyediakan pakaian wanita, dan ibu saya mencuba sehelai demi sehelai pakaian dan mengembalikan semuanya. Seiring hari yang berlalu, saya mulai penat dan kelihatan jelas riak2 kecewa di wajah ibu. Akhirnya pada butik terakhir yang kami kunjungi, ibu saya mencuba satu baju kurung yang cantik . Dan kerna ketidaksabaran saya, maka untuk
kali ini saya ikut masuk dan berdiri bersama ibu saya dalam fitting room, saya melihat bagaimana ibu mencuba pakaian tersebut, dan dengan susah mencuba untuk mengenakannya. Ternyata tangan-tangannya sudah mulai dilumpuhkan oleh penyakit radang sendi dan sebab itu dia tidak dapat melakukannya, seketika ketidaksabaran saya digantikan oleh suatu rasa kasihan yang dalam kepadanya. Saya berbalik pergi dan cuba menyembunyikan air mata yang keluar tanpa saya sedari. Setelah saya mendapatkan ketenangan
lagi, saya kembali masuk ke fitting room untuk membantu ibu mengenakan pakaiannya.
Pakaian ini begitu indah, dan ibu membelinya. Shopping kami telah berakhir, tetapi kejadian tersebut terukir dan tidak dapat kulupakan dari ingatan . Sepanjang sisa hari itu, fikiran saya tetap saja kembali pada saat berada di dalam fitting room tersebut dan terbayang tangan ibu saya yang sedang berusaha mengenakan pakaiannya. Kedua tangan yang penuh dengan kasih, yang pernah menyuapi, memandikan saya, memakaikan baju, membelai dan memeluk saya, dan terlebih dari semuanya, berdoa untuk saya,
sekarang tangan itu telah menyentuh hati saya dengan cara yang paling berbekas dalam hati saya. Kemudian pada malam harinya saya
pergi ke kamar ibu saya mengambil tangannya, lantas menciumnya ... dan yang membuatnya terkejut, saya memberitahunya bahwa bagi saya kedua tangan tersebut adalah tangan yang paling indah di dunia ini. Saya sangat bersyukur bahwa Tuhan telah membuat saya dapat melihat dengan sejelasnya, betapa bernilai dan berrharganya kasih sayang yang penuh pengorbanan dari seorang ibu.
Saya hanya dapat berdoa bahwa suatu hari kelak tangan saya dan hati saya akan memiliki keindahannya tersendiri. Dunia ini memiliki
banyak keajaiban, segala ciptaan Tuhan yang begitu agung, tetapi tak satu pun yang dapat menandingi keindahan tangan Ibu....!!!
Cerita Sedih dari bali 2.
KISAH SEDIH DARI BALIKisah sedihdialami Desak Suarti, seorang pengerajin perak
dari Gianyar, Bali . Pada mulanya, Desak menjual karyanya kepada seorang
konsumen di luar negeri. Orang ini kemudian mematenkan desain tersebut.
Beberapa waktu kemudian, Desak hendak mengekspor kembali karyanya. Tiba-tiba,
ia dituduh melanggar Trade Related Intellectual Property Rights (TRIPs). Wanita
inipun harus berurusan dengan WTO."Susah sekarang, kami semuanya khawatir,
jangan-jangan nanti beberapa motif asli Bali seperti `patra punggal', `batun
poh', dan beberapa motif lainnya juga dipatenkan", kata Desak Suarti dalam
sebuah wawancara.Kisah sedih Desak Suarti ternyata tidak berhenti sampai di
sana . Ratusan pengrajin, seniman, serta desainer di Bali kini resah menyusul
dipatenkannya beberapa motif desain asli Bali oleh warga negara asing. Tindakan
warga asing yang mempatenkan desain warisan leluhur orang Bali ini membuat
seniman, pengrajin, serta desainer takut untuk berkarya.Salah satu desainer
yang ikut merasa resah adalah Anak Agung Anom Pujastawa. Semenjak dipatenkannya
beberapa motif desain asli Bali oleh warga asing, Agung kini merasa tak bebas
berkarya. "Sebelumnya, dalam satu bulan saya bisa menghasilkan 30 karya desain
perhiasan perak. "Karena dihinggapi rasa cemas, sekarang saya tidak bisa
menghasilkan satu desain pun," ujarnya hari ini. Potret di atas adalah salah
satu gambaran permasalahan perlindungan budaya di tanah air. Cerita ini
menambah daftar budaya indonesia yang dicuri, diklaim atau dipatenkan oleh
negara lain, seperti Batik Adidas, Sambal Balido, Tempe, Lakon Ilagaligo,
Ukiran Jepara, Kopi Toraja, Kopi Aceh, Reog Ponorogo, Lagu Rasa Sayang Sayange,
dan lain sebagainya. LANGKAH KE DEPANIndonesia harus bangkit dan melakukan
sesuatu. Hal inilah yang melatarbelakangi berdirinya Indonesian Archipelago
Culture Initiatives(IACI), informasi lebih jauh dapat dilihat di http://budaya-
indonesia. org/. Untuk dapat mencegah agar kejadian di atas tidak terus
berlanjut, kita harus melakukan sesuatu. Setidaknya ada 2 hal perlu kita secara
sinergis, yaitu:1. Mendukung upaya perlindungan budaya Indonesia secara hukum.
Kepada rekan-rekan sebangsa dan setanah air yang memiliki kepedulian (baik
bantuian ide, tenaga maupun donasi) di bagian ini, harap menggubungi IACI di
email: [EMAIL PROTECTED] indonesia. org2. Mendukung proses pendataan kekayaan
budaya Indonesia . Perlindungan hukum tanpa data yang baik tidak akan bekerja
secara optimal. Jadi, jika temen-temen memiliki koleksi gambar, lagu atau video
tentang budaya Indonesia , mohon upload ke situs PERPUSTAKAAN DIGITAL BUDAYA
INDONESIA , dengan alamat http://budaya- indonesia. org/Jika Anda memiliki
kesulitan untuk mengupload data, silahkan menggubungi IACI di email: [EMAIL
PROTECTED] indonesia. org- Lucky Setiawannb: Mohon bantuanya untuk menyebarkan
pesan ini ke email ke teman, mailing-list, situs, atau blog, yang Anda miliki.
Mari kita dukung upaya pelestarian budaya Indonesia secara online.
.
Chat online and in real-time with friends and family! Windows Live Messenger
Gua beberapa tahun lalu pernah bertemu dengan orang Deplu yang menjabat di
bagian Intellectual Right Property (Dept ?), dan gua juga sampaikan keluhan
ini...kayaknya not much they do for it..or bingung (?) kali...
Well, since banyak teman2 alumni kita yang juga bertengger di Deplu...please
sampaikan lagi kepada Dept or Divisi tsb ! Kita penasaran, apa kerja mereka
sebenarnya dan bagaimana koordinasi mereka dengan Dept. lokal yg
bersangkutan...? Or vice versa nya lah...
Gua sih berusaha menyuarakan melalui Dept. Perindustrian dan Yayasan Perhiasan
Indonesia...biar orang kecil, berjuang terus !! wish me luck, guys !!! but
still need your support for the actions...
[AFU] KISAH SEDIH DARI BALI.
Ga usah bingung... memang negara kaya itukan semakin rakus... mereka punya
uang, jadi dia akan beli semua kekayaan yang ada dimanapun..termasuk budaya
orang lain.
Lembaga paten juga dibuat serba normatif, pokoknya kalo ada orang yg lebih dulu
datang dengan suatu karya, tanpa melihat atau mengkaji karya tersebut , misal
karya tersebut hanya ada di suatu bangsa tertentu, maka yg datang terlebih
dahulu yg dipatenkan, maka itulah yg terjadi di Bali. Masa sih lembaga tersebut
ga bisa melihat karakter bangsa atau budaya bangsa?
Atau dari bangsa kita sendiri juga memang kurang peduli atau terlalu baik dan
naif dengan permainan lembaga atau negara kaya. Kita jangan terlena dengan
sebutan negara yg ramah tamah, sehingga bangsa lain seenaknya menjajah dan
merampas. Contoh lain Pulau kecil di perbatasan Malaysia, sudah ada yg diambil.
Wah jadi marah2 nih..Lukman sih
--- On Sun, 10/12/08, Luckman A Setyawan <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
From: Luckman A Setyawan <[EMAIL PROTECTED]>Subject: Re: [AFU] KISAH SEDIH DARI
BALITo: [EMAIL PROTECTED]: Sunday, October 12, 2008, 5:46 PM
Yang saya gak mudeng dan di luar nalar saya adalah :
1. Kalau ingin mematenkan sebuah karya, produk, motif, kemudian di belakang
hari ada klaim bahwa desain atau produk itu adalah milik suatu bangsa, apakah
lembaga yang mengeluarkan hak paten itu mbudeg, micek, gak mau tau, pokoknya
siapa yang dulu-duluan mematenkan itu yang dapet.
2. Kalau ternyata orang yang mematenkan produk/hasil karya/design orang lain,
yang sudah turun temurun, tetapi belum di patenkan oleh pemiliknya, apakah si
pencuri yang mematenkan hasil karya orang tidak mendapat sangsi ?
Hal ini sudah berlangsung dari dulu, mulai tempe, batik, sampe lagu daerah yang
di patenkan malaysia, dan ini akan berlangsung terus, ya kalau emang aturannya
seperti itu, besok saya juga mau minta patent atas kapak Tomahawk milik suku
Indian, bahwa itu hasil karya saya.
Sementara hasil karya kita di patenkan orang, eh kita cuma make software
bajakan punya Mikocok aja di permasalahkan, waktu SBY belum salaman sama Bill
Gates, harga Window XP cuma $ 75, sekarang XP Pro gak kurang dari US $ 150, dan
warnet pun di razia oleh para kaki tangan Microsoft yang berseragam dan di gaji
oleh duit rakyat (gak usah gua sebutin loe dah pada tau) dan gak mungkin mereka
bergerak tanpa perintah dari boss nya boss.
Dari semua Presiden yang pernah memerintah di Republik ini, tidak satu pun yang
melaksanakan Sila ke Lima dari Pancasila, .....kalau pada gak inget, karena
sudah banyak dilupakan oleh orang-orang : KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT
INDONESIA.
Kalau Keadilan Sosial bagi segelintir kroni Presiden, semua Presiden di
Republik ini menjalankannya dengan sepenuh hati.
Sekedar renungan bagi para rekan yang sekarang dah pada jadi dosen, sapa tau
ada alumni yang some times jadi Presiden, dan renungan juga menjelang pemilihan
Presiden, dan renungan juga bagi para rekan2 yang dah pada jadi Diplomat,
apakah bangsa Indonesia ini akan tetap sebagai budak dan bulan2 an bangsa lain,
apakah bangsa ini akan tetap tidak punya bargaining position, sehingga produk
hasil karya orang Indonesia tidak pernah di akui oleh dunia, karena semua
literatur sejarah kesenian yang paling lengkap adanya di Belanda, sehingga
bebas merdekalah orang mematenkan hasil karya orang indonesia, jadi, siap 2 aja
kalau mau bikin tahu, biar kata mbah buyut lo pade orang Sumedang dah bikin itu
tahu dari jaman voor de oorlog, tapi waktu mau eksport, terkena sanksi
melanggar Trade Related Intellectual Property Rights (TRIPs). karena itu tahu
sudah terdaftar patent nya atas nama orang dari negara lain.
Bayangkan dan renungkan, kalau Pangeran Rainier dari kerajaan Monaco, meminta
hak paten atas bendera merah putih, dan hanya kerajaan Monaco yang berhak punya
dan mengibarkan bendera merah putih, negara yang tidak punya hak paten
tersebut, silahkan mengganti warna benderanya, dan permohonan hak patennya
dikabulkan.
Ni gua bukan ngebodor, soalnya kalau gua tahun 77 dulu mengeluarkan pendapat,
kalau entar angklung, batik, tempe bakal di klaim jadi milik Malaysia,
niscayalah saya akan jadi bahan olok2 an, eta si Luckman kumat gelona.....tapi
pada akhirnya...terbukti kan, nah kalau 30 tahun kedepan, waktu kita dah pada
tua, peot, gak berdaya, bendera nasional mesti ganti warna, karena keduluan di
patenkan, baru pada berguman.... ..kalau gak salah...duluuuuuuuu Luckman teh
pernah ngadongeng kitu....geuning enyaan euy.
Perkara ada hukum Internasional yang mengatur hal itu what ever lah, yang
penting kalau ga punya bargaining position, suatu bangsa gak akan berdaya apa2,
dan negara adi kuasa bisa berbuat apa saja, contohnya perlakuan Amerika atas
Irak.
Jadi kalau kita tetap gak punya posisi tawar, pejabat2 nya bisa di beli, dan
para penjual negara masih bebas beroperasi di republik ini, maka kisah sedih
ini akan tetap berkesinambungan, gak cuma dari Bali, tapi dari Sabang sampai
Merauke, dan yang kita perbuat ....ya hanya memforward email kisah sedih tadi
dari milis ke milis.....dan rekan-rekan yang pada menduduki jabatan eksekutif,
Yudikatif maupun legislatif.. ......ya cuma baca sekilas, sambil berguman, ah
bukan urusan gua inilah, itu mah dah nasibnya aja....dan kembali berpikir,
besok mau makan siapa, dan bikin proyek apa......... ......... ....
Eh ada ding yang menindak lanjuti, itu rekan para pembuat acara di TV, dibuat
acara info taintment, debat publik, bincang-bincang dll mengenai hal diatas,
kan rame tuh, terus para pengisi acaranya pada dapet honor, selanjutnya.
.....ya bikin acara dengan topik yang lain lagi dong ah......hiiiiiiiiii
iiiiiiiiiiiiiii
Luckman
----- Original Message -----
From: Okkeu Solichin
To: alumnifisipunpar@ yahoogroups. com
Sent: Sunday, October 12, 2008 8:06 PM
Subject: [AFU] KISAH SEDIH DARI BALI
Dulu sudah sering dengar cerita seperti ini, kalau sekarang masih begini2
juga...hmmhhh. .. seorang manusia itu mesti ada sedihnya. annasrei484@gmail.com
Sabtu, 13 Maret 2010
Kisah Sedih dari Wamena.
Kisah sedih 3 orang perempuan yang diduga sakit AIDS di bakar di daerah pedalaman Wamena, dua lainnya bisa diselamatkan, Mereka menderita penyakit IMS, kini ditangani oleh para pendamping di Wamena, 3 orang perempuan yang dibakar itu sudah berada di surga bersama Yesus
Kisah sweeping atas nama ketertiban dan keamanan untuk kebersihan Wamena dari penyakit sosial, para pekerja sex ditangkap dan ditest HIV tanpa protap yang benar, 5 orang terjaring positif dan dideportasi ke Jayapura, satu di antaranya masyarakat asli, sekarang ditangani YPKM
Baru saja sore ini Raflus mengunjungi ODHA berumur 17 tahun yang asli masyarakat kampung dan perempuan....
ternyata sudah beberapa perempuan yang hidup dengan HIV yang dibakar, atau yang diciduk keluarganya dari RS untuk di buang............ sampai dengan saat ini belum ada laki-laki yang ditangkap dibakar, dibuang dan diapa apakan.....padahal merekalah yang paling banyak menjadi pelaku penularan juga carrier HIV... maka HIV merdeka beredar dan menikmati kebebasan sebebas bebasnya.....
Ini kisah sedihku dari pedalaman Papua.....
Berbagi Kisah di Barak Merah
Memasuki rumah petak bertembok dan agak gelap karena tertutup,kesannya seperti warung. Para PSK di sini pernah di ciduk dengan tuduhan penyebar HIV dan karena kebanyakan pendatang maka ada beberapa yang diperiksa paksa terbukti ada beberapa yang sudah tertular HIV. Mereka dimasukan dalam tahanan semalam karena ternyata tidak berKTP. Yang positif ditangani YPKM di Jayapura. Sementara yang tidak positif di lepaskan, dan ikut terciduk juga beberapa perempuan yang bukan pendatang namun telah dipulangkan ke rumah. Kebanyakan mereka datang dari lokalisasi Tanjung Elmo Jayapura dan mulai berumur. Sweeping PSK atas dorongan beberapa tokoh agama.... maka semakin seru ceriteranya. Mereka yang sebagian besar berasal dari Jawa Timur ini, kelihatan tertekan dan merasa terancam terutama setelah mengetahui bahwa ada teman yang sudah positiv HIV. Ternyata tidak semua PSK tertular HIV. Tuduhan bahwa ini gaya baru teroris yang akan memusnahkan etnik Papua, makin heboh,,,cenderung dipolitisir. Maka kambing hitam HIV kini semakin jelas dituduhkan kepada para PSK pendatang yang menurut dugaanku adalah korban jaringan perdagangan perempuan. Lalu bagaimana dengan para "mobiling men" yang melakukang pengembaraan seksual ke Jayapura,Sorong,Ujung Pandang,Jakarta,Singapura, Thailand dll????? mereka ada lebih ratusan orang yang terdiri dari para pejabat, para pengusaha, mereka yang berduit...
Aku memberikan sebuah pertanyaan reflektif kepada para peserta pelatihan : "Mengapa perempuan itu memilih menjadi PSK???" ndak usah dijawab sekarang, ndak usah juga mencari-cari alasan yang tidak berdasarkan fakta tetapi mereka harus pulang dan mengadakan kajian yang benar........MENGAPA????
Aku makin sedih dan trenyuh ketika ternyata ada ODHA yang sedang sakit parah ditangani YPKM ada yang masih SMP dan ada yang SMA, siswa Papua asli....siapa dan melalui apa mereka memperolehnya???? Salah satunya adalah anak salah seorang Gembala Umat...ini ironi Papua babak berikutnya setelah kemiskinan dan penindasan.
Sambil memandang puncak Piramida yang berselimut awan hitam aku berdoa moga-moga pelatihan ini bisa merupakan setitik kecil harapan....
Wamena semakin berhujan.. dan aku rindu pulang rumah karena anakku juga sudah pemuda berumur 19 tahun..Tuhan lindungilah dia
Berbagi Kisah di Jalanan pada Tengah Malam Dingin
Dari HAotel Baliem Pilamo, saya di jemput akitivis YPKM cab.Wamena bersama istrnya menelusuri Jl. Irian untuk cari makanan pinggirana jalan, sekaligus mengamati perilaku para pemuda dan pemudi yang mulai ramai. Sambil makan sate jualan Mas dari Jawa yg rambut cepak mataku tertuju kepada para remaja Wamena yang duduk dan berdiri bergerombol diantara mereka ada sekelompok anak jalanan yang duduk sambil berdiang, tampaknya sedang menikmati/menghirup secara sembunyi-sembunyi lem Aica-Abon yang sering membuat ketagihan itu. Seusai makan, kami berjalan menyusuri jalan yang panjang ini....lewat seorang lelaki mabuk, yang tiba-tiba membuka celananya dan buang air kecil di hadapan dua orang remaja putriawa ...waduh...kami semua sempat melihat penisnya.....dan semua orang tertawa.... kami juga menjumpai para remaja yang sedang kasmaran....akhirnya kami tiba di sebuah bar tertutup yang ternyata milik seorang pendatang yang menikah dengan perempuan Papua di mana Pekerja Seksnya kebanyakan perempuan asli Papua. Bangunan ini tidak terkesan mewah, bahkan seperti gudanng kayu yang tertututp rapat.Tapi di dalamnya, ada beberapa kamar kecil untuk tidur, banyak perempuan menghuni kamar-kamar tersebut. Tampaknya tempat ini adalah tempat transaksi lalu tempat pelayanan di luar di kota.
Dalam perjalanan kembali ke hotel, kami menyaksikan sepasang pemudi dan bapak-bapak setengah umur jalan dan tanpa sadar bapak tersebut menyodorkan uang ke tangan si remaja ini, lalu berpisah. Kami mengejar si remaja dan mengajaknya berjalan dengan cara yang menarik ala "aktivis HIV"...anak remaja perempuan ini berumur 15 tahun, putus sekolah klas 6 SD, dan sudah berhubungan sex di jalanan lebih dari 10 lelaki, dan yang tadi memberikan uang itu adalah gurunya semasa SD, hanya memberikannya Rp 5000,-.......
Byangkan gurunya memanfaatkan mantan muridnya........ini sekelumit kisah dari Wamena di waktu malam
Sikap para pimpinan agama, KPAD Kab Jayawijaya, Kapolres tampaknya sangat keras menolak seorang PSK pendatang yang sudah dideportasi ke Jayapura yang ingin kembali ke Wamena untuk mengurus hutang-piutang dan barang-barangnya, perempuan ini benar2 sudah ditolak. Kisah Yesus dan Perempuan "pezinah" dalam Alkitabku kini berulang dalam bentuk yang lain. Ia telah ditulari HIV tentu oleh para lelaki yang tinggal di Wamena...dan lelaki-lelaki itu kini sedang asik menulari orang lain dengan bebasnya. Para lelaki Papua yang berkantung tebal yang sering melakukan pengembaraan sexual di daerah luar Wamena dan di luar Papua yang jumlahnya lebih dari ratusan orang ternyata tidak diperhitungkan sebagai penular berbahaya virus mematikan ini...mereka bebas melakukan penularan kepada istri-istri mereka, teman kencan mereka.. bahkan banyak yang sering bertandang ke barak-barak dan bar bar para Pekerja Sex.......dan menulari para perempuan ini.....wahai Wamena yang dingin dan exotic...janganlah kau sambiti pelacur itu karena matamu dan hatimu akan tertutup terhadap fakta bahwa yang berbahaya itu adalah para pelanggan dan para laki-laki pengembara sexmu......yang pasti terbanyak adalah orang asli Papua dan sebagian besar dari mereka sudah hidup dengan HIV.
Kisah Seorang Anak Jalanan.
Siang itu pemandangan di pertigaan Gellael tidak berbeda dengan hari-hari biasa. Pemandangan ketika lampu lalu lintas menyala merah. Pemandangan ketika anak-anak jalanan berhamburan menghampiri orang-orang yang terpaksa berhenti. Pemandangan ketika anak-anak menjulurkan tangan -- sebagian sambil mengelus-elus perut, sebuah ungkapan yang menggantikan kalimat "aku lapar". Pemandangan ketika seorang ibu ikut menjulurkan tangan kanannya, sementara tangan kiri menahan kain yang menutupi tubuh bayinya -- sebuah ungkapan kasih naluriah seorang ibu yang sedang melindungi bayinya dari panas terik matahari.
Beberapa orang tidak mempedulikan anak-anak ini, tetapi ada juga pengendara motor yang merogoh kantong atau pengendara mobil yang merogoh tempat uang receh di pintu mobilnya. Uang yang memang sudah dipersiapkan untuk keperluan seperti ini, ataupun keperluan lain juga.
Begitu lampu hijau menyala, anak-anak ini menyingkir; ibu dengan bayinya juga ikut menyingkir. Sebagian naik ke jalur hijau, sebagian lagi kembali ke pinggir jalan, menunggu lampu merah menyala kembali. Para pengendara yang sudah memberi uang receh maupun yang tidak punya kepedulian juga melanjutkan perjalanannya.
Inilah pemandangan sehari-hari di persimpangan Gellael.
Uyan, seorang anak berumur delapan tahun juga ikut menghambur kejalan begitu lampu menyala merah. Anak ini juga ikut mencari makan. Ayahnya, seorang bapak jalanan; ibunya, seorang ibu jalanan terpaksa membiarkan anaknya hidup dengan cara seperti ini.
Ibunya pernah bercerita, sejak bayi anaknya ini sudah ikut mencari makan, dengan cara menangis dalam gendongan. Sekarang mereka sudah berpisah. Masih-masing mencari makan di tempat terpisah. Ayah mengemis di pasar, ibu mencari uang di perempatan sekitar beberapa kilometer dari persimpangan Gellael.
Dulu, keluarga ini selalu berkumpul begitu malam tiba, tetapi akhir-akhir ini Uyan sudah malas pulang ke pondok orang tuanya. Ia lebih suka berkumpul dengan teman-temannya di emperen stasion. Lebih ramai, dan kadang-kadang bisa ikut menonton televisi, melihat orang-orang kaya dengan rumah bagusnya.
Kadang ia main ke tempat orang tuanya, mereka juga kadang-kadang menengoknya di stasion. Melihat apakah anak mereka satu-satunya ini bisa makan di dunia yang katanya begitu kejam ini.
Uyan tidak pernah ingat mulai kapan mencari makan sendiri, yang pasti bukan orang tuanya yang menyuruh. Ia melihat teman-temannya meminta uang di dekat lampu merah, ia menganggapnya sebagai sebuah bentuk permainan. Lama kelamaan melakukannya karena merasa itu harus dilakukan kalau tidak ingin kelaparan. Sama sekali tidak seorangpun menyuruh atau memaksanya.
Tidak ada yang istimewa siang itu, suasananya di persimpangan Gellael biasa-bisa saja. Tetapi entah datang darimana, tiba-tiba beberapa orang berlarian ke arah anak-anak yang sedang mencari makan, lalu melakukan penangkapan, Uyan dan kawan-kawannya tidak sempat melarikan diri. Ibu dengan anak dalam gendongannya juga tidak sempat melarikan diri. Semua dimasukkan ke dalam sebuah truk tertutup.
Truk ini melaju ke tempat yang tidak diketahui oleh Uyan. Seandainyapun bisa melihat keluar, ia tetap tidak akan bisa tahu ke arah mana truk membawanya. Anak ini sangat ketakutan, apalagi ketika teringat cerita menakutkan tentang orang-orang yang menangkap anak jalanan. Katanya kalau sudah tertangkap, tidak ada yang bisa kembali, tidak tahu entah dibawa ke mana. Seseorang pernah berkata, anak jalanan yang tertangkap akan dibuang ketempat yang sangat jauh.
Perjalanan truk ini pasti sangat jauh, ia bisa merasakannya. Akhirnya truk ini terasa melambat setelah memasuki sebuah belokan, bahkan akhirnya berhenti. Mereka telah sampai ke suatu tempat, tempat yang tidak dikenalnya. Begitu bagian belakang truk terbuka, seseorang dengan lembut menyuruh mereka semua keluar.
Begitu turun, setiap anak mendapat minuman. Lalu anak laki-laki dipisahkan dari anak perempuan. Yang perempuan disuruh mengikuti dua orang wanita ke sebuah bangunan, sedangkan Uyan dan kawan-kawannya disuruh mengikuti tiga orang pria ke sebuah bangunan juga, ternyata tempat untuk mandi. Setiap anak menerima sepasang pakaian baru yang bersih begitu selesai mandi.
"Semua berkumpul ke bangunan itu," kata seorang bapak sambil menunjuk bangunan besar di dekat tempat mereka mandi. Bangunan ini isinya meja-meja panjang penuh dengan piring dan makanan. Anak ini makin heran dan entah mengapa malah makin ketakutan.
Sesudah makan mereka disuruh keluar lagi, anak laki-laki dan wanita kembali dipisahkan, kali ini anak laki-laki digiring ke sebuah bangunan. Anak perempuan juga digiring menuju bangunan di depannya. Kedua bangunan dipisahkan oleh sebuah tanah lapang. Setiap empat anak disuruh memasuki sebuah kamar. Uyan dan tiga anak lain disuruh masuk ke sebuah kamar dengan tempat tidur susun, kamar yang tampak bersih.
"Kalian tidur disini," kata bapak yang menyuruh mereka masuk. Lalu berkata kepada Uyan, "kamu tidur di atas sini," mungkin karena Uyanlah yang paling kecil di antara ketiga temannya.
Hari belum begitu malam, tetapi Uyan dan teman-temannya tidak punya pilihan, mereka harus tidur. Uyan tidak mengantuk, tetapi entah mengapa langsung tertidur begitu kepalanya menyentuh bantal yang empuk. Untuk pertama kalinya ia tidur di atas tempat tidur empuk dan bersih.
Ia terbangun begitu mendengar bunyi keras didalam kamar, seperti sirine mobil polisi. Lalu terdengar suara dari kotak hitam di salah satu ujung langit-langit kamar. Suara yang menyuruh mereka keluar dan berkumpul di lapangan yang memisahkan tempat anak laki-laki dengan anak perempuan.
Setelah mandi dan makan, sarapan yang membuat perut Uyan sakit, karena tidak terbiasa sarapan pagi, beberapa pria mengantar mereka ke sebuah bangunan lain lagi. Bangunan dengan sebuah ruangan yang sangat besar. Sudah banyak anak berkumpul di dalamnya, anak-anak yang tidak dikenal oleh Uyan. Menurutnya jumlahnya sekitar jumlah anak di limapuluh perempatan yang ada lampu merahnya. Semuanya memakai pakaian sama, kaos dengan tulisan yang tidak bisa dibacanya.
"Jangan takut, kami mengumpulkan kalian di sini bukan untuk menghukum kalian. Kami mengumpulkan kalian demi masa depan kalian sendiri," kata seorang pria yang duduk di meja menghadap ke arah mereka. Pria ini tampak baik dan penuh belas kasihan, jenis orang yang sangat disukai oleh Uyan.
"Kami akan mendidik kalian menjadi orang-orang yang berguna bagi masyarakat," lanjutnya dengan penuh semangat, "kami akan mendidik kalian supaya tidak menjadi sampah masyarakat lagi."
Uyan tidak mampu mengerti perkataan orang ini, pikirannya melayang ke persimpangan dimana ia seharusnya mencari uang. Juga teringat orang tuanya. Saat ini mereka mungkin masih belum tahu penangkapan itu. Mereka baru mulai mencarinya kalau ia tidak muncul di pondok selama beberapa minggu. Seandainya mereka sudah mendengarnya, ia berharap mereka tidak terlalu cemas.
Menurutnya, bapak ini sudah berbicara sekitar duapuluh kali lampu merah berganti ketika pantatnya mulai terasa sakit. Ia tidak tahan duduk diam seperti ini, benar-benar membosankan. Apalagi tidak bisa berbuat apa-apa, beberapa orang mengawasi mereka. Bapak ini terus berbicara tentang sesuatu yang tidak dimengertinya, tanpa peduli dengan anak-anak yang sedang ketakutan, takut karena belum mengerti.
Uyan tahu banyak orang yang baik dan mengasihi dia. Ia juga tahu orang-orang di tempat ini juga baik, tetapi ia merasa takut. Ia sudah sudah terbiasa dengan orang-orang yang menolong tanpa ikatan. Ia sudah terbiasa dengan orang-orang yang pergi begitu saja setelah menolongnya. Ia sekarang ketakutan karena orang-orang baik ini berbicara tentang hal-hal yang tidak dipahaminya.
Akhirnya bapak ini selesai berbicara, lalu anak-anak dibawa ke sebuah bangunan yang penuh dengan mesin dan potongan kayu. Anak-anak dipisahkan ke dalam beberapa kelompok. Kelompok Uyan disuruh berkumpul didekat seorang bapak yang sedang merekatkan potongan kayu. Setelah beberapa saat, potongan-potongan itu menjadi sebuah mobil mainan.
Seorang bapak berkata, "Kalian akan diajarkan supaya bisa melakukan hal seperti ini, juga ketrampilan lainnya."
Selama beberapa hari berikutnya, anak-anak ini bekerja di bangunan yang ternyata bernama bengkel. Kadang-kadang mereka juga disuruh masuk ke sebuah bangunan yang ada papan putih di depannya. Seorang bapak mencoret-coret papan itu, lalu menyuruh mereka menulis garis-garis-garis aneh seperti itu. "lihat ke papan tulis", "tulis ke buku kalian", membuat Uyan tahu papan putih itu namanya papan tulis, benda di tangannya bernama buku tulis.
Setelah beberapa minggu ia mulai bosan. Sudah tahu nama hari, jam, cara membuat mainan dari kayu, tidak membuatnya merasa nyaman. Ia sudah belajar banyak hal, tetapi malah merasa bosan. Bosan duduk berjam-jam membuat mainan, bosan mencoret-coret buku tulis, bosan mengingat bentuk corat-coret itu. Bosan mendengar orang lain berbicara panjang lebar. Ia merindukan suasana ketika berlarian setiap kali lampu merah menyala lalu menyingkir begitu lampu hijau menyala.
Makan teratur, disiplin kerja, tidur teratur, sudah menjadi kata yang akrab di telinganya. Tetapi rasanya lebih enak makan kalau sudah dapat uang. Lebih enak tidur di emperan stasion, bisa tidur kalau sudah mengantuk. Lebih enak menonton polisi mengejar orang yang tidak pakai helm daripada menulis huruf-huruf aneh. Kebosanan membuatnya merindukan pandangan orang-orang yang mengasihi mereka, orang-orang yang nemberi uang lalu pergi.
Suatu hari, ia menemukan banyak tutup botol di sebuah bak sampah. Diam-diam ia mengambil dan menyembunyikannya di kamar -- dibawah lemari. Tidak akan ada yang menemukannya di situ. Juga mengambil beberapa paku kecil serta sepotong kayu sebesar baterei dari bengkel. Diam-diam, ketika tidak ada orang di kamar, ia memaku tutup botolnya di sepanjang kayu ini. Bagian pertama rencananya selesai, ketika alat buatannya bisa mengeluarkan bunyi setiap kali dipukul.
Beberapa hari kemudian ia mendapat kesempatan melarikan diri. Ketika teman-temanya sudah tidur, diam-diam ia keluar kamar, lalu memanjat tembok, tidak sampai seperempat jam ia sudah menjadi orang bebas. Dalam hati ia berkata, "aku punya cerita yang bagus untuk diceritakan kepada teman-teman."
Ia tidak tahu berada dimana sekarang -- tidak masalah. Sudah sering orang tuanya membawanya berpindah-pindah. Yang harus dilakukannya hanyalah mencari tempat perhentian bis, lalu naik sambil memukul-mulul tutup botolnya.
Sekarang ia hanya perlu berjalan mengikuti arah bis yang lewat, pasti ada tempat perhentian bis beberapa kilometer lagi. Lalu tidur begitu sampai, besok pagi baru naik -- tidak perduli naik kemana. Masih banyak orang yang penuh belas kasihan.
Ia tidak tahu berada di kota apa sekarang, tidak tahu orang tuanya di mana. Mereka telah mengajarkannya mencari makan dan hidup, semoga mereka tidak terlalu mengkhawatirkannya. Ia akan mencari mereka nanti, tidak sekarang. Saat ini ia harus pergi sejauh-jauhnya dulu.
Uyan sama sekali tidak mengantuk, ia telah belajar tentang jam, sehingga tahu telah berjalan selama berjam-jam ketika akhirnya menemukan tempat perhentian bis. Seseorang sedang tidur di situ, pasti orang gila karena membawa buntalan pakaian -- tidak apa-apa. Ia membaringkan diri agak jauh dari orang gila itu, lalu tertidur.
Besok ia akan pergi ke suatu tempat yang tidak diketahuinya -- tidak apa-apa, masih banyak orang yang mengasihi anak jalanan. Ia cuma tinggal memukul-mukul tutup botolnya di sebuah persimpangan, persimpangan yang ada lampu merahnya.
Ia baru akan berhenti menjadi anak jalanan kalau sudah tidak ada lagi orang yang punya belas kasihan. Ya, ia baru akan berhenti menjadi anak jalanan kalau orang-orang yang memberi uang lalu pergi itu sudah tidak ada lagi.
Kalau mereka masih ada, ia akan tetap menjadi anak jalanan, lalu menjadi bapak jalanan, lalu kemudian menjadi kakek jalanan.
Cerita Sedih dari Tanah Air.
Salam PERMIAS,
Cerita sedih seperti ini banyak sekali di Indonesia. Kalau kita hanya
berandai-andai untuk membantu atau berandai-andai lainnya saja, masalahnya tidak
akan selesai or even tidak akan menjadi lebih kecil hanya karena kita
berandai-andai. Tindak nyata. Ini yang kita perlukan.
Teman-teman saya alumni SMP 12 Jakarta (angkatan kuliah '91) baru saja bertemu
untuk mengadakan reuni SMP angakatan kita yang pertama. Salah satu program yang
akan kita jalankan adalah beasiswa bagi siswa yang kurang mampu (financially) di
sekolah ini untuk dapat terus melanjutkan sekolahnya. Jika ingin berpartisipasi,
silahkan kontak saya di [EMAIL PROTECTED] langsung. Pertanggungjawaban dari
penggunaan sumbangan anda akan didapatkan langsung dari kepala sekolah
bersangkutan.
Atau mungkin anda tidak 'konek' dengan ide diatas ? Program lainnya ada dari
SPUR (Solidaritas Profesional Untuk Reformasi), untuk membantu para korban
kerusuhan Kupang. Ada pemutaran film "Enemy of the State" sebagai salah bentuk
fundraising activities. Silahkan email Hotasi Nababan (ketua/koordinator SPUR?)
langsung.
Masih nggak konek ? PILAS (Professional Indonesia Lulusan Amerika Serikat)
berencana untuk mengumpulkan dan mempromosikan berbagai activities/programs dari
LSM-LSM yang ada di seluruh Indonesia untuk kemudian dapat anda sumbang secara
terpisah/terperinci. Jadi misalnya anda concern dengan issue pendidikan anak
Indonesia, anda bisa menyumbang langsung ke LSM bersangkutan yang memang
mempunyai program peningkatan kualitas pendidikan anak di Indonesia. Or
something like that..
Target saya program ini sudah bisa jalan kira-kira 1 bulan dari sekarang. Please
check PILAS's website at http://www.pilas.or.id (1 bulan dari sekarang maksudnya,
kalau sekarang masih belum ada apa-apanya). All information on this project will
be posted at PILAS's website, so check it over.
take care and regards from Jakarta,
Okki
Mohammad Rosadi wrote:
> Assalamualaikum wr.wb
>
> Sedih sekali membaca berita dibawah ini. Benar-benar suatu perjuangan
> berat untuk mempertahankan hidup di tengah-tengah kesulitan ekonomi,
> sementara beratus bahkan beribu orang seolah tak peduli dan malah sibuk
> ber-"Valentine's Day" dan mengadakan acara-acara yang kurang bermanfaat
> lainnya, dengan menghambur- hamburkan begitu banyak uang.
> Ah...., andai saja uangnya dibelikan sembako dan dibagikan kepada
> saudara-saudara kita yang sudah tidak mampu lagi membeli makanan..,
> andai saja berbagai hidangan berlebihan yang tersaji di meja pesta bisa
> juga dinikmati oleh para fakir miskin.., andai saja para anak muda dan
> orang-orang yang "kelebihan uang" itu mau mengeluarkan sedikit saja
> uangnya untuk sedekah, andai saja..andai saja...dan andai saja yang
> lainnya, Insya Allah akan banyak saudara-saudara kita yang dapat kembali
> "tersenyum ceria" menatap hari esok.
>
> Semoga berita dibawah ini dapat menjadi bahan renungan bagi kita
> semua....
>
> Wassalam
> Mohamad Rosadi
>
>
>
> ======================================================================
>
> Demi Sekilo Beras, Anak-anak Jadi Pembantu
>
>
> ''Saya terpaksa meninggalkan bapak dan kakak saya, karena
> saya harus bekerja untuk membantu mereka,'' kata Canih (11),
> dengan nada getir. ''Saya juga tak bisa sekolah lagi, tak ada
> biaya.''
>
> Dijumpai di rumahnya, di Kampung Kaceot, Desa Tunggakjati,
> Karawang, Kamis (18/2), gadis berkulit hitam ini bercerita
> sambil menunduk dan menelan ludah, mencoba
> menyembunyikan beban kesedihannya. ''Saya terpaksa bekerja
> di warung nasi,'' katanya.
>
> Nasib Canih memang cukup menyedihkan. Orangtuanya yang
> hanya buruh kasar tak mampu lagi menanggung beban hidupnya,
> kibat tekanan ekonomi dan terus meroketnya harga sembako.
>
> Canih harus menjadi pekerja cilik -- sesuatu yang sesungguhnya
> melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan.
>
> Tapi, Canih tidak sendiri. Di Indonesia sekarang ini ada ribuan,
> bahkan jutaan Canih -- anak-anak yang terpaksa mencari
> nafkah akibat krisis ekonomi. Dengan berbagai cara, mereka
> terpaksa menanggung hidup sendiri atau mencari tambahan
> penghasilan untuk keluarganya. Yang memilih menjadi anak
> jalanan saja, menurut Sekjen Departemen Sosial H Murwanto,
> saat ini sedikitnya ada 12.000 anak.
>
> Di kampungnya, Canih juga tidak sendiri. Di dekat rumahnya,
> misalnya, ada Eti (10), juga terpaksa menjadi pebantu rumah
> tangga. Dan, jangan kaget, gaji mereka sebagai pembantu, baik
> di warung nasi maupun di rumah tangga, sangat kecil, jauh di
> bawah upah minimun regional (UMR). Canih maupun Eti
> mengaku hanya mendapatkan gaji Rp 30.000 per bulan atau Rp
> 1.000 per hari. ''Gaji itu saya berikan pada ibu untuk membeli
> beras,'' kata Canih.
>
> Namun, di tengah perjalanannya, Eti tersandung. Gadis yang
> tampak masih sangat kanak-kanak ini bernasib sama seperti
> ayahnya yang mantan sopir. Ia diberhentikan dari pekerjaannya
> karena majikannya sudah tidak mampu menggajinya.
> ''Warungnya bangkrut,'' cerita Eti.
>
> Jadilah Eti, dua kakak, dua adik, dan ayahnya, menjadi beban
> ibunya, Ny Iin (35), yang sehari-hari berjualan makanan kecil.
> Keuntungan kecil dari berjualan terpaksa dicukup-cukupkan
> untuk makan sehari-hari tujuh anggota keluarga. ''Untuk membeli
> beras saja sering tidak cukup. Ya, kadang-kadang terpaksa
> hanya makan sekali dalam sehari,'' kata Ny Iin.
>
> Namun, Canih masih harus bertahan menjadi pembantu. Sebab,
> di gubuknya yang berlantai tanah, di pinggir Sungai Citarum, ada
> ayah yang sering sakit-sakitan sejak ibunya meninggal dua tahun
> lalu, dan seorang kakaknya yang menderita gangguan jiwa.
> ''Kalau saya tidak bekerja, bagaimana dengan bapak dan kakak
> saya?'' katanya.
>
> Tidak jauh dari rumah Canih dan Eti, ada juga seorang nenek
> yang harus bertahan dengan uang hasil belas kasihan. Dia, Ny
> Anah (60), saat ditemui di gubuknya malah sempat bersembunyi,
> dan menolak difoto karena takut harus bayar. Nenek dua cucu
> ini sehari-harinya mengasuh dua cucu yang masih balita,
> sementara ibunya sedang pergi mencari jariah.
>
> Telapak kaki kanan Ny Anah tampak membusuk. Ia
> menderita sakit sejak lama, namun belum bisa berobat
> karena tidak ada uang. ''Jangankan untuk berobat, untuk
> makan pun tidak ada,'' katanya sambil membujuk cucunya
> yang bersembunyi di bawah tempat tidur karena takut
> difoto.
>
> Canih dan Eti juga hanya sebagian kecil dari ribuan anak
> Karawang yang terpaksa meninggalkan bangku sekolah
> dan mencari nafkah untuk keluarganya. Dengan gaji Rp
> 1.000 per hari, mereka menyambung hidupnya sendiri dan
> keluarganya. Dengan uang itu pula mereka tiap hari
> membeli satu kilogram beras operasi khusus Dolog yang
> harganya memang hanya Rp 1.000 per kg yang memang
> dikhususkan bagi keluarga miskin.
>
> Canih dan Eti tentu masih terlalu muda untuk memikul
> beban hidup keluarganya. Tapi, hidup tidak memberikan
> pilihan pada anak usia sekolah dasar ini, kecuali menjadi
> pembantu. ''Daripada lapar,'' kata Canih. Sebelumnya gadis
> ini ditemukan lemas karena sejak dua hari makannya hanya
> satu kali. ''Itu pun hanya nasi dan air putih,'' akunya.
>
> Kepahitan hidup seperti Canih, Eti, dan Ny Anah banyak
> ditemukan di Karawang, sejak jauh sebelum krisis ekonomi,
> dan jumlahnya membengkak setelah krismon. Tercatat di
> kantor BKKBN setempat ada 121.817 kepala keluarga (KK)
> miskin pada Januari l999. Sebelumnya, pada Desember l998
> ada 117.735 KK miskin -- dalam satu bulan bertambah
> 4.082 KK. Jika dalam satu KK ada lima jiwa, maka di
> Karawang ada 609.085 jiwa yang miskin. Ini berarti hampir
> separo penduduk Karawang yang berjumlah l,5 juta jiwa.
>
> Jumlah itu, kata Kepala Kantor BKKBN Karawang, Dedi
> Suwesdi, Kamis (18/2), akan terus bertambah jika kondisi
> ekonomi masih tetap seperti sekarang. Posyandu hampir 50
> persen tidak melakukan kegiatan. Dan, tekanan mengikuti
> pola makan sehat pun tidak didukung oleh gizi yang
> berimbang. Jangankan bisa minum susu, makan ikan atau
> telor pun hanya mimpi.
>
> Bagaimana dengan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS)?
> Dana JPS tampaknya belum dapat menyantuni semua
> keluarga miskin. Di Kampung Kaceot, misalnya, menurut
> Ketua RT-nya (05/13), Acim, dari sekitar 20 KK miskin di
> wilayahnya, yang menerima dana JPS hanya lima KK.
> 'Satu KK menerima Rp 100.000. Namun uang tersebut
> harus dikembalikan dan umumnya dipergunakan untuk
> membeli beras. Maklum warga di sini umumnya buruh tani
> dan sekarang belum panen,'' kata Acim.
>
> Karena rata-rata buruh tani, wargga Kampung Kaceot, 15
> KM dari kota Karawang, hanya bekerja pada musim tanam
> dan musim panen. Itu pun mereka harus berebut dengan
> yang lain. ''Musim peceklik tahun ini dirasakan sangat berat
> oleh warga, karena harga kebutuhan pokok meningkat dan
> kerja serabutan di tempat lain nyaris tidak ada,'' keluh
> Acim.
>
> Karena itu, lanjut Acim, banyak keluarga yang terpaksa
> memberhentikan anaknya dari sekolah dan merelakan
> mereka untuk bekerja seadanya, termasuk menjadi
> pembantu, buruh pasar, atau bahkan anak jalanan.
cerita sedih tentang anak jalanan.
Kehidupan bebas di jalanan membuat anak-anak yang menetap di sana hancur. Kerasnya kehidupan di jalan merusak masa depan mereka. Apa pantas seorang anak berusia di bawah 15 tahun hidup di jalan ? Mereka harus menghidupi keluarga dengan mengamen, mengemis, memulung sampah, dll. Mereka tidak bersekolah, yang mereka tahu hanyalah kerasnya kehidupan di jalan. Hal itu memaksa mereka untuk masuk ke dalamnya.Sering kita temui di tempat-tempat umum (terminal, stasiun, pasar, dll) anak-anak mencari uang dengan bermacam-macam cara. Namun di sela-sela pekerjaan mereka, terkadang mereka mencoba hal-hal yang mereka sendiri tidak sadar bahwa hal itu dapat menjerumuskan mereka ke jurang NARKOBA.
Ngelem adalah salah satu kegiatan yang mereka lakukan di waktu luang. Ngelem adalah menghirup aroma lem Aica Aibon. Lem ini termasuk bahan adiktif sehingga dapat mengakibatkan ketergantungan.
Saat menemui salah satu pecandu sebut saja Wanto, dia mengemukakan bahwa alasan mereka menggunakan lem Aica Aibon adalah karena himpitan ekonomi. Dana yang minim membuat mereka beralih dari pil koplo/putaw ke Lem Aica Aibon.
“Awalnya aku dikasih teman putaw, lalu aku ketagihan. Saat sakaw, aku tidak peduli bagaimanapun caranya aku harus mendapatkan putaw. Hingga aku tak segan untuk mencuri agar aku bisa membeli putaw.” Ujar Wanto.
Kemudian suatu hari temanku mengajak untuk menghirup lem Aica Aibon. Awalnya aku ga’ peduli. Tetapi lama kelamaan kayaknya enak juga. Akhirnya aku coba deh….” tambah Wanto.
Sampai sekarang mereka masih mengonsumsinya. Menurut mereka, ngelem lebih murah daripada memakai putaw.
“1 kaleng lem Aibon harganya sekitar Rp 7.000. Aku biasanya patungan sama temen-temen. Biasanya satu anak dimintai Rp 1.000 - Rp 2.000, hasilnya dibelikan lem setelah itu dibagi-bagi.” Jelasnya.
Ya, jelas mereka lebih memilih untuk ngelem ketimbang menggunakan pil koplo / putaw. 1 butir pil koplo aja harganya sekitar Rp 10.000 dibandingkan dengan 1 kaleng lem Aica Aibon yang harganya Rp 7.000. Saat ditanya tentang keuntungan ngelem, mereka cuma bisa cengar-cengir aja.
“He…he…he…ya, cuma buat seneng-seneng aja mbak…” Jawab salah satu dari mereka.
Dampak dari ngelem sendiri itu bahaya sekali lho…
“Kadang aku sampai pingsan terus ga’ jarang juga aku mimisan, tetapi tidak apa-apa yang penting senang.” Ujar Wanto sambil asyik ngelem.
Di sana saya juga menemui anak berusia di bawah 10 tahun sedang ngelem bersama teman-temannya. Aduh, padahal dari penjelasan Wanto tadi, kita bisa menyimpulkan bahwa hal itu berdampak buruk bagi kesehatan terutama paru-paru dan syaraf otak. Eeh, ini malah anak kecil sudah berani coba-coba memakai barang haram itu. Ntar kalo udah gedhe badannya hancur thu…
Kasihan mereka, kadang orang seperti mereka dijauhi dan diklaim sebagai sampah masyarakat. Padahal lingkunganlah yang mengajari mereka. Seharusnya mereka dibimbing agar tidak salah jalan, bukannya dijauhi. Mengapa kita tidak merangkul mereka, berbagi pengalaman tentang kehidupan. Mungkin sebagai anak muda bisa bergabung dengan organisasi-organisasi yang peduli akan masalah remaja seperti KISARA. Mari galang Kesatuan Indonesia tanpa NARKOBA…. annasrei484@
Senin, 08 Maret 2010
kisah seekor burung yg sedih.
-
Pasangan jantannya membawakan makanan kepada sang betina dengan kasih sayang dan haru.
-
Ketika sang jantan sedang memberi makan kepadanya, tak lama kemudian sang betina mati terkulai. Sang jantan sangat terpukul dan berusaha mengangkatnya.
-
Sang burung jantan akhirnya menyadari bahwa pasangan yang dicintainya telah mati. Ia kemudian “menangis” di hadapan pujaannya yang telah terkapar mati kaku.
-
Sambil berdiri di samping tubuh sang burung betina, sang jantan kemudian “berteriak” dengan suara yang sangat menyedihkan.
-
Akhirnya sang burung jantan menyadari bahwa pasangan yang dicintainya telah meninggalkannya dan tak akan bisa hidup kembali bersamanya. Ia berdiri disamping tubuh sang betina dengan sedih dan duka yang mendalam.
-
Pasangan burung ini dikabarkan diambil fotonya di suatu wilayah di negara Republik Ukraina, saat burung jantan tersebut sedang berusaha menyelamatkan pasangan betinanya. Jutaan orang di Amerika dan Eropa meneteskan air matanya setelah menyaksikan foto-foto ini.
Cerita Sedih, Siapin Tissue… Mengharukan banget boo....
Pas TK, sementara anak2 laen udah punya sepeda dia masih jalan kaki. Pengasuhnya ngadu ke bokapnya, "Tuan, nggak kasian sama den Bagus ? Masa sepeda nggak punya...apa tuan juga nggak malu?" SoaInya.. nih.. bokapnya tuh tajir banget deh. Punya sekian perusahaan.. maka dipanggillah si anak, ditawarin mau sepeda yang kayak gimana, merek apa..dan si anak cuma bilang, "Nggak usah repot2 pi, aku dibeliin bola item bola putih aja.."
Lho kok gitu? Bingung dong bokapnya. "Kenapa bola item dan putih?" "Nggak usah diterangin deh pi. Kalo papi punya uang yaa..beliin itu aja.". Yah, mengingat mereka nggak pernah ngobrol, jadi papinya nerima2 aja. Nggak berminat lanjutin, maka dibeliin lah tu anak sepeda generasi terbaru saat itu, yang paling canggih, plus bola item dan bola putih.
Trus ni anak masuk SD lah. Pas itu musim sepatu roda. Sekian lama pengasuh pratiin, ni anak nggak minta2 dibeliin sepatu roda sama papinya. Sore2 cuma duduk aja Sepedanya juga ditaruh di gudang. Lagi nggak musim. Pengasuhnya laporan pandangan mata dong ke tuannya hingga si anak dipanggil lagi. "Nak, kamu mau dibeliin sepatu roda kayak temen2 kamu? kok nggak bilang2 papi. Nggak masalah cuma beli sepatu roda aja...".
Si anak bilang," nggak pi, bola item dan bola putih saya udah rusak..dibeliin lagi aja..nggak usah beli sepatu roda. Lagian lebih murah bolakan pi?"
Yee..si papi geram dong Ni anak ngeremehin papinya sendiri, atau sok merendah ? So, tetep si papi beliin sepatu roda, plus bola item dan bola putih.
Selang beberapa taun, ni anak masuk SMP. Cerita sama terulang.
Sekarang temen2nya musim rollerblade. Tren baru. Sementara sore hari, dia masih setia sama sepatu rodanya. Pas bokapnya pulang dari luar negri dan meliat >anaknya doang yang pake sepatu roda, si papi malu banget. Gila, rumah gedong, perusahaan banyak, keluar negri terus...eeh anaknya ketinggalan jaman.Besoknya, di kamar anaknya udah ada sepasang roller blade baru dengan note: "Biar kamu nggak malu". Malemnya di ruang kerja papinya ada note balesan: "Pi, kok nggak beliin bola item dan bola putih? Aku lebih suka itu." Weleh, si papi pas liat note itu dongkol tambah bingung.
Apaan sih istimewanya bola item dan bola putih? Emang bisa bikin die beken atau nge-tren? Besoknya dan besoknya lagi si papi berkali2 nemuin note itu...hingga dia nggak tahan dan membelikan anaknya bola item dan bola putih untuk kesekian kalinya. Bener, setelah dapet tu bola, si anak nggak ngerongrong bokapnya lagi. Pas SMA, yang jaraknya rada jauh, si anak masih berbis ria, temen2nya udah ada yang bawa motor en mobil ke sekolahan.Suatu hari, tumben papinya di rumah, si anak pulang dianterin temennya yang mau ditebengin. Papi malu banget. Masa cuma untuk anak satu nggak bisa beliin mobil? Maka ditawarin anaknya. Si anak nolak dengan alasan mobil kurang praktis, lagian pengen bola item bola putih aja.
Si bapak nggak terima penolakan. Karna anaknya udah gede, bisa berunding. Hingga tercetus keputusan si anak dibeliin motor plus bola item dan bola putih tentunya. Dan si bapak kesel juga dunk.
Udah berapa taun dia beberapa kali beliin dua macem bola itu tanpa tau kenapa. Tapi si anak nggak ada keinginan dan kemauan ngasih tau sih. Hingga tibalah masa kuliah. Karna seneng dan bangga masuk PTN, si anak dikadoin mobil.sampe beberapa bulan si anak masih naek motoor aja.Kuliah, pacaran, naek motor aja. Pacarnya juga bingung, kan dia punya mobil? Ditanya sama pacaranya, dijawab, abis papi nggak beliin bola item bola putih. nggak ngerti anak sendiri sih! So, pas makan malem bersama, si pacar bilang sama papi, kenapa si om nggak beliin bola item bola putih. Si papi sebenernya sensitif sama para bola itu..huh..sampe pacar anak gue .ditanya dong kenapa ngga dibeliin bola item bola putih.Si pacar bilang kalo mobilnya nggak akan dipake selama nggak dikasih bola itu juga. Papi bingung dong, di kamar anaknya udah segitu banyak bola item bola putih. Buat apa sih, pikir papi. Tapi demi gengsi, anak orang lho yang hanya, maka besoknya udah ada bola item bola putih buat anaknya.Suatu hari anaknya gaul ke puncak bawa mobil, sama pacarnya. Yah, namanya anak muda, pas lagi di jalan, si pacar nyium dia en dia jadi grogi dan kecelakaan!!! Segera di bawa ke rumah sakit si papi juga ditelpon sama rumah sakitnya. Tabrakannya parah. Mereka berdua nggak ada yang pake seatbelt, yang cewek mati seketika dan ni cowok udah sekarat.
Si papi dateng ke RS.."gimana dok, anak saya?"
Dokter (dengan tampang empati penuh duka cita) : "Maaf pak, kami tidak dapat berbuat banyak.. sepertinya memang sudah waktunya...sebaiknya sekarang bapak manfaatkan waktu terakhir.."
Perlahan si bapak masuk, nyamperin anaknya. "Pap, maafin saya..nggak hati2 bawa mobilnya.." si anak juga nangis karna pacarnya nggak tertolong.
Si papi nenangin dia...akrablah dua manusia itu beberapa saat. Hingga si papi beranggapan ini saat terakhir. Dia inget penasaran dia tentang kenapa si anak selama ini selalu minta bola item bola putih. "Nak, maafin papi selama ini yang selalu sibuk.. kamu jadi kesepian..maafin papi, nak. Nggak sempet jadi orang tua yang baik." Anaknya jawab,"nggak apa-apa pi, saya ngerti kok..Cuma sempet kesel kalo papi punya uang lebih malah beliin yang macem2.... saya cuma minta bola item dan bola putih aja kan?"Si papi rasa timing-nya tepat nih, "KENAPA SIH KAMU SELALU MINTA BOLA ITEM BOLA PUTIH...ADA APA DENGAN BOLA2 ITU?"
(pembaca juga penasaran ya..?)
Si anak jawab dengan terpatah2 dan susah banget, abis udah sekarat dan masanya udah hampir sampe..." sebab pi...saya..." *hep*
Kepalanya rebah dan nafasnya ilang. Si anak udah meninggal sebelum kasih tau papinya.
Nah, si papi aja yang udah hidup bareng anaknya nggak tau... apalagi saya yang cuma bercerita? GIMANA? Kesel nggak sih ?
Tabokin aja yang pertama kali cerita, tapi maapin yang "forward" in, karena saya juga korban en, nggak enakan jadi korban sendirian. annasrei4842mail.com
Cerita sedih pesahabatan,
Populerkan, simpan atau kirim cerpen ini!!!!! annasrei9484@mail.com
Cerita sedih pesahabatan.
Populerkan, simpan atau kirim cerpen ini : annasrei484@gamil.com
Sabtu, 06 Maret 2010
Kisah Sedih Balapan di Maros .
Gunawan Mashar - detikcom Makassar - Kecelakaan yang terjadi di acara Djarum Autoblack Drag Race Competition menyisakan cerita tragis. Salah satunya tentang adik kakak yang turut tewas diseruduk mobil balapan.
Hal ini menimpa Atika Sandra (5) dan Andi (14). Andi menonton acara ini dengan mengajak adiknya. Agar mudah melihat mobil yang melaju, Andi pun memilih posisi yang strategis, dekat garis finish.
Tak ada yang menyangka, dua mobil yang melaju, sedan Estillo 93 yang dikendarai Gilang Marevan alias Ivan, dan sedan Fiat 70 yang dikendarai Ruslan saling berebut masuk finish ketika perlombaan memasuki detik-detik akhir. annsrei484@mail.com
Cerita Mengharukan .
Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku. Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu ditangannya. “Siapa yang mencuri uang itu?” Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, “Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!”
Dia mengangkat tongkat bambu itu tinggi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, “Ayah, aku yang melakukannya!”
Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus-menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas.
Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, “Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal
memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!” Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, “Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi.”
Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.
Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus.
Saya mendengarnya memberengut, “Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik… hasil yang begitu baik…” Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, “Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?” Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, “Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku. ” Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. “Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!” Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, “Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini.”
Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas.Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: “Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimimu uang.” Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20. Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai
ke tahun ketiga (di universitas).
Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, “Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana! “Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, “Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?” Dia menjawab, tersenyum, “Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?” Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, “Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga!
Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu…” Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, “Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu.” Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.
Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku. “Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!”
Tetapi katanya, sambil tersenyum, “Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu..”
Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan
sedikit saleb pada lukanya dan mebalut lukanya. “Apakah itu sakit?” Aku menanyakannya. “Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan…” Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku.
Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.
Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan, “Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini.” Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut.
Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi. Suatu hari, adikku di atas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, “Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?”
Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. “Pikirkan kakak ipar–ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?” Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah, “Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!”
“Mengapa membicarakan masa lalu?” Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29. Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, “Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?” Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, “Kakakku.”
Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat. “Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sendoknya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya.”
Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku. Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, “Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku.” Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.
Bisakah kita memiliki jiwa besar seperti si adik yang seperti dalam cerita, … tapi bagaimanapun, yang namanya Saudara patut kita jaga dan kita hormati, apakah itu seorang adik atau seorang kakak. Karena apa arti hidup kalau tidak bisa membahagiakan sodara dan keluarga kita.annasrei484@mail.com
share tentang kisah anak jalanan.
kisah nyata yang aku rasakan beberapa hari ini semakin mendekatkan aku betapa hidup ini begitu indah, begitu tragis dan bahkan begitu carut marut..
Kisah Pertama
di hari sabtu yang cerah, saya bersama relawan yang lain mendampingi anak-anak untuk tampil diacara seminar yang diadakan oleh STEMBI (bener g sih ini tulisannya?). Seminar ini berbicara tentang Ekonomi islam atau sejenisnya lah..bagi saya pribadi tidak masalah mau ekonomi apa yang dipakai, ekonomi islam, ekonomi kristen atau pun ekonomi atheis sekalipun.. Anak-anak jalanan yang saya anggap sebagai adik-adik saya tampil diacara tersebut membawakan beberapa lagu, bahkan lagi, lagi dan lagi lagu yang dibawakan adik-adik saya membuat saya terharu sehingga saya bisa merasakan adanya genangan air mata di mata saya (sebelum yadi kecil mengacau.. hahaha..)
Di malam minggu yang tadinya saya anggap mengasikkan (karena habis manggung), tiba-tiba ada suatu tragedi bahwa ada adik saya yang perempuan nangis didepan pintu rubel.. pertama kali saya belum mengerti ada apa ini, karena saya ada melihat ada lelaki setengah baya disebelahnya berdiri diam sambil melihat dengan tampang geram ke adik saya yang perempuan tersebut (prediksi saya, sebelum saya datang dia pasti habis marah2 atau sejenisnya). Selidik punya selidik ternyata saat itu laki-laki itu ingin dilayani oleh cewek-cewek yang berada dirubel saya dan cewek-cewek itu tidak mau melayaninya (atau mungkin lagi tidak mau)... (ga usah dibahas lah ya bisa panjang nih).
intinya malam ini menimbulkan kesalah pahaman antara saya dengan seseorang, dan saya tidak berniat meluruskan lagi kesalahpahaman itu.. toh katanya kalau tuhan berkehendak lain pasti kesalahpahaman itu lurus lagi.. itu kan katanya lhoo...
Kisah kedua
Minggu sore saya dan beberapa relawan datang ke RUBEL SAHAJA ciroyom, setelah sedikit obral obrol (kaya iklan indosat) lalu para relawan memutuskan untuk menjenguk salah satu adik saya yang dititipkan semenjak dia selesai operasi.. Saya secara pribadi memutuskan tidak akan ikut karena ribet, mereka naik angkot dan saya naik motor sendirian padahal saya juga tidak tau tempatnya.. Beberapa saat setelah para kakak-kakak relawan berangkat, si kecil berbicara kepada saya "kak, kakak jangan sakit hati ya sama kakak XX" (nama disensor), lalu saya bertanya "lho kenapa", lalu dia berkata "habis setiap kak gerry ditanya kakak itu kemana, mukanya berubah sih".. saya hanya ketawa lalu sambil mengusap-ngusap kepalanya..
didalam hati saya berkata "Nih anak kecil bisa tau drmana tentang perasaan gw yah.. hahaha..."
Kisah ketiga
Setelah relawan pergi, akhirnya saya mengajak adik kecil saya untuk nongkrong di warung kopi teteh.. si teteh banyak bertanya tentang seseorang dan saya kurang tertarik untuk menanggapinya..
laluuuuu adik kecil saya berkata lagi "kak, kakak jangan sedih ya... kalau kak gerry sedih aku juga ikutan sedih.."
dan saya pun hanya bisa terdiam. Saya terdiam karena bukan karena saya tidak mengerti maksud dia. bukan karena saya tidak mendengarnya. tapi karena sekali lagi saya terharu mendengar kata-katanya...
kenapa saya terharu?? siapa aku ini? apa pantasnya aku ini ketika aku sedih maka dia ikutan sedih? jarang-jarang ada seseorang selama aku hidup berbicara seperti itu ke saya... jangankan teman-teman yang dekat dengan ku, bahkan keluarga ku pun sepertinya belum pernah berbicara seperti itu.. sedangkan ini?? seorang anak kecillll... anak jalanan pula... bahkan aku baru kenal tidak sampai 2 tahun...
lalu aku hanya tersenyum menanggapi kata-kata dia..
setelah solat, kami (saya dan adik kecil) duduk kembali di warung si teteh..
tiba-tiba ada orang gila berdiri disamping kami (didepan warteg), lalu si adik kecil mulai berbicara lagi
adik kecil : "kak, kita sesama manusia harus saling memberi ya kan?"
saya : "harus saling berbagi, karena cuma tuhan yang bisa memberi.."
adik kecil : "oh iya yah kak harus saling berbagi"
saya : "emank kenapa?" (masih belum sadar arah pembicaraannya kemana)
adik kecil : "saya tuh dari kemarin-kemarin ingin membeli baju, saya kasihan liat dia (sambil nunjuk orang gila disebelah), karena dia dari dulu ga pernah ganti-ganti bajunya.. sekarang aja udah pada robek tuh bajunya.."
saya : "....... tapi itu kan orang gila... ntar bagaimana caranya kamu masangin dia baju?"
adik kecil : "itu mah gimana ntarnya aja kak.. yang penting kan saya udah ngasih dia baju.."
saya : (terdiam membisu)
setelah beberapa saat kami mengamati orang gila tersebut
adik kecil : "kasian ya dia kak.. dia kan berdiri disini hanya mau liat tv itu.."
adik kecil : "tapi sayangnya dia orang gila.. jadi orang-orang pada tidak peduli sama dia.."
wooooowww....
BETAPA MENAKJUBKAN DI TELINGA KU KATA-KATA ITU TERUCAP DARI MULUT KECILNYA...
bahkan anak-anak seperti itu memiliki empati yang LUAR BIASA dibandingkan kaum-kaum yang merasa dirinya terpelajar...
Kisah keempat
Hari senin (22/02/10)
saya lagi bersama teman saya mengantri untuk service hp karena hp saya rusak.. tiba-tiba ada sms masuk, yang saya tidak tau ini nomor siapa..
sms pertama "kak, hari ini ke rumah belajar sahaja ciroyom ga?"
saya membalas "aku tidak tau, ini siapa?"
sms kedua "ini si ***********" (nama di edit)
setelah beberapa kali sms, ternyata dia menyuruh aku datang ke rubel dan sambil mengajak seorang kakak yang mereka maksud.. dia berkata bahwa ingin memberikan sebuah kejutan (tadinya saya kira buat kakak yang dia suruh ajak saja)
karena saya males menanggapi, jadi saya suruh dia sms sendiri memberitahukan bahwa mereka mau memberikan kejutan..
akhirnya saya ke rubel setelah selesai servis hp..
sampai disana saya segera masuk kedalam rubel.... tiba-tiba seseorang anak memberikan 2 pucuk kertas, yang ternyata itu surat buat saya..
isi surat tersebut adalah ucapan terima kasih dan mohon maaf jika sudah merepotkan malam minggu kemaren..
saya terdiam membaca surat tersebut (maklum lah tidak pandai berekspresi)
terima kasih?
mohon maaf?
saya rasa ini adalah kata-kata yang mungkin sudah lama dilupakan oleh banyak orang..
saya menyadari, bahwa saya sangat kecil di depan anak-anak itu... mungkin banyak kelebihan kita yang tidak dimiliki mereka yaitu materi..
tapi mereka mungkin memiliki kelebihan di bandingkan kita.. kelebihan yang seharusnya menjadikan kita manusia seutuhnya, yaitu
empati, rasa bersyukur dan rasa bersalah..
semoga tulisan ini bisa menjadi sedikit renungan bagi kawan-kawan ku
ini hanya sepenggal kisah selama beberapa hari (20/02-22/02) bersama anak-anak jalanan dari rumah belajar SAHAJA ciroyom bandung..
apakah kawan-kawan memiliki kisah yang sama? atau kah kawan-kawan ingin membuat kisah tersebut? annasrei484@mail.com
Kisah pengorbanan adik terhadap kakak.
Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari
demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung
mereka menghadap ke langit.
Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.
Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di
sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima puluh sen dari
laci ayahku.
Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok,
dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.
“Siapa yang mencuri uang itu?” Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu
takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi
Beliau mengatakan, “Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!”
Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi.
Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, “Ayah, aku yang melakukannya! “
Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah
begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau
kehabisan nafas.
Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi,
“Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi
yang akan kamu lakukan di masa
mendatang? Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!”
Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya
penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di
pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai
menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya
dan berkata, “Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah
terjadi.” Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup
keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat,tapi insiden
tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan
lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8
tahun. Aku berusia 11.
Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk
masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima
untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok
di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi
bungkus. Saya mendengarnya memberengut, “Kedua anak kita memberikan
hasil yang begitu baik…hasil yang begitu baik…” Ibu mengusap air
matanya yang mengalir dan menghela nafas, “Apa gunanya?
Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?”
Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata,
“Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi,telah cukup membaca
banyak buku.” Ayah mengayunkan tangannya dan
memukul adikku pada wajahnya. “Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu
keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan
saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!” Dan begitu
kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam
uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku
yang membengkak, dan berkata, “Seorang anak laki-laki harus meneruskan
sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang
kemiskinan ini.” Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi
meneruskan ke universitas.
Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku
meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit
kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan
meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: “Kak, masuk ke
universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang.”
Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang.
Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.
Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku
hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi,
aku akhirnya sampai ke tahun ketiga
(di universitas) .
Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika
teman sekamarku masuk dan memberitahukan, “Ada seorang penduduk dusun
menunggumu di luar sana!”
Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar,
dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu
semen dan pasir. Aku menanyakannya, “Mengapa kamu tidak bilang pada
teman sekamarku kamu adalah adikku?” Dia menjawab, tersenyum, “Lihat
bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu
saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu? ” Aku merasa
terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari
adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, “Aku tidak
perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah
adikku bagaimana pun penampilanmu. ..”
Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu.
Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, “Saya melihat semua gadis kota memakainya.
Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu.”
Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis.
Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.
Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana.
Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku.
“Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk
membersihkan rumah kita!” Tetapi katanya, sambil tersenyum, “Itu adalah
adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu
melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela
baru itu..”
Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku.
Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan mebalut lukanya.
“Apakah itu sakit?” Aku menanyakannya.
“Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi
konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu
tidak menghentikanku bekerja dan…”
Ditengah kalimat itu ia berhenti.
Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku.
Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.
Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku
mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi
mereka tidak pernah mau.
Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu
harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan, “Kak,
jagalah mertuamu saja.
Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini.”
Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku
mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan.
Tetapi adikku menolak tawaran tersebut.
Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi.
Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah
kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit.
Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya,
saya menggerutu, “Mengapa kamu menolak menjadi manajer?
Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius.
Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?”
Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya.
“Pikirkan kakak ipar–ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak
berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti
itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?”
Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang
sepatah-sepatah: “Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!”
“Mengapa membicarakan masa lalu?” Adikku menggenggam tanganku. Tahun
itu, ia berusia 26 dan aku 29.
Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani
dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu
bertanya kepadanya, “Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?” Tanpa
bahkan berpikir ia menjawab, “Kakakku.”
Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan
tidak dapat kuingat. “Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada
dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua
jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah.
Suatu hari, Saya kehilangan satu dari sarung tanganku.
Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu.
Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang
begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari itu,
saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan
baik kepadanya.”
Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku.
Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, “Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku.”
Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan
perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.
Semoga Bermanfaat. annasrei484@mail.com