Rabu, 03 Maret 2010

Cerita Hidup.

Idealisme….

Apa ini yang dinamakan idealisme mahasiswa? Aku masih tertegun dalam penyesalan. Sudah hampir menginjak tahun kelima namun nilai-nilaiku tidak terlalu baik. Kali ini aku benar-benar merasa bersalah dalam membuat prinsip dan jalan hidup.

Padahal kedua orang tuaku tak mendapatkan kemudahan dalam menyekolahkan diriku hingga ke jenjang perguruan tinggi. Aku telah memikirkan berbagai alasan mengapa hidupku seperti ini. Pada mulanya kuduga bahwa aku telah salah jurusan. Tapi mengapa baru kusadari?

Mengapa aku tidak pindah saja saat menginjak tahun pertama dan kedua di kampus? Jelas hal tersebut tidak dapat kujadikan sebuah alasan. Lalu ada hal lain yaitu karena kurangnya perhatian orang tua. Tidak! Kedua orang tuaku telah membanting tulang, meminjam uang, berutang sana sini demi mencukupi kebutuhanku serta selalu mengirimkan uang kepadaku.

Sungguh teganya diriku jika sampai menyalahkan kedua orang tua hanya karena kelalaianku. Tidak ada yang dapat kusalahkan kecuali diriku sendiri. Aku telah menyia-nyiakan waktuku sampai hari ini. Aku telah melupakan kewajibanku sebenarnya yaitu menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh.

“Kamu sibuk apa sih?” tanya Erwin suatu saat ketika menemuiku. Aku terkejut sekali dan spontan saja langsung menyunggingkan senyum kepada temanku itu. Aku tak mau masalah pribadiku diketahui oleh siapapun. “Erwin… biasa aja.” “Kamu konsentrasi dulu ke kuliah dulu, jangan sibuk dengan kegiatan yang lain.

Prioritaskan dulu kuliahmu! Ingat kan waktu dulu kamu juga yang telah memotivasiku. Alhamdulillah, berkat perhatian dan saranmu, aku jadi bersemangat. Tapi sekarang, aku turut prihatin dengan kondisimu. kenapa kamu bisa jadi seperti ini? Dosen-dosen banyak yang membicarakanmu!” Nasihat Erwin yang menusuk hati dan perasaanku.

Erwin adalah teman satu angkatan yang sejak dulu sangat akrab denganku, kini sedang menekuni skripsinya. Di tahun pertama, Erwin yang aku kenal tidaklah seperti saat ini. Erwin dulu tampak kuper, pendiam, dan kolot. Namun aku melihat ada bakat dan potensi kepemimpinan dari dalam dirinya. Lalu kuajak dia mengikuti berbagai kegiatan kampus, dia pun merespon dengan baik.

Tak lupa juga kuingatkan padanya agar tidak mengesampingkan kuliah dan tidak hanya mementingkan organisasi. Hingga tahun ketiga kami berdua menjadi aktivis di kampus. Karena jiwa ‘leadership’-nya, Erwin selalu menjadi ketua di organisasi yang kami ikuti sedangkan aku hanya berperan sebagai staf saja. Kami bersama-sama menjadi pengurus di HMJ dan BEM Fakultas.

Kami sangat dekat seperti saudara sendiri. Kami juga sering turun aksi ke jalan, berorasi di depan gedung walikota, DPRD, kantor gubernur, dan sebagainya. Kami juga bersama-sama mengkritisi kebijakan birokrat kampus, menjalankan roda organisasi, menghimpun teman-teman di kampus, menyemarakkan politik kampus, menyusun strategi memenangkan ‘pemirama’ kampus, meng-ospek mahasiswa baru, menjalankan alur kaderisasi organisasi.

Tetapi nama Erwin lebih gemilang dan memukau daripada namaku. Walaupun menjadi aktivis kampus, prestasiakademisnya sungguh cemerlang. Mulai dari menjadi mahasiswa berprestasi tingkat fakultas dan universitas, juara nasional lomba karya tulis ilmiah, berulang kali keluar daerah mengikuti kejuaraan tingkat nasional, mendapatkan beasiswa, terpilih menjadi duta pertukaran pemuda ke luar negeri Hingga kini yang kutahu nilainya sangat memuaskan (IPK 3,8).

Bertolak belakang pada diriku, teman-teman dan dosen hanya menjadikan diriku sebagai contoh pribadi yang tidak boleh ditiru. Aktif organisasi tetapi tidak mementingkan kuliah. Baik di belakangku ataupun kudengar langsung pada saat mengulang mata kuliah, dosen-dosen banyak yang menyinggungku. Namun aku merasa tidak pantas dan tidak ada alasan untuk marah.

Mungkin menurut mereka, penilaian tersebut yang sungguh obyektif. Semoga saja sifat diriku ini dapat menjadi pelajaran bagi yang lain untuk tidak mengikutinya. Suatu ketika saat kami melakukan aksi damai di depan kantor gubernur, namun secara tiba-tiba saja kondisi menjadi ricuh yang disebabkan oleh adanya provokator yang ikut dalam rombongan kami.

Dorong-mendorong dengan pihak aparat pun tak bisa dihindari. Akhirnya, aparat mulai bertindak anarkis kepada kami. Salah satu rekan kami terjatuh dan dihadiahi bogem mentah aparat. Rekan-rekan yang lain merasa tidak terima dengan perlakuan petugas dan langsung memukul aparat yang menganiayanya. Aparat lain pun turun tangan menyerang dan memukul mahasiswa dengan tongkat, pentungan, menendang membabi buta. Kami yang tidak berbekal senjata menjadi bulan-bulanan aparat. Kami berhamburan dan membubarkan diri.

Kulihat dari jauh, Erwin terjatuh karena ditendang salah satu aparat. Aku langsung berlari ke arahnya dan mendorong polisi itu hingga terjatuh. Aku tidak mau sahabatku disakiti. Namun dari belakang kurasakan hantaman sepatu dinas lapangan polisi menumbangkan tubuhku. Polisi yang lain pun datang dan mengeroyokku. Aku hanya bisa meringis kesakitan. Aku tidak tahu apa yang mereka lakukan padaku, tapi setelah itu aku tidak bisa bergerak. Sebagian tubuhku memar. Tapi itu kurasakan lebih baik daripada sahabatku sendiri disakiti.

Sungguh, Aku sangat bangga pernah menjadi bagian dari diri Erwin. Kami juga dulu mempunyai idealisme yang sama yaitu “Prestasi dan Organisasi”. Namun dirikulah yang mungkin gagal dan menjadi korban dalam membangun idealisme itu. Aku tidak dapat membangun keseimbangan antara dua hal, yaitu kuliah dan organisasi. Walaupun terselip niat untuk memperbaiki diri, tapi tetap saja sulit untuk kulakukan. Banyak orang yang telah kukhianati terutama orang tua. Mereka banyak menaruh asa pada diriku, namun sebaliknya aku yang menghapus harapan besar orang tuaku.

Sebuah nasihat berarti dari orang tuaku dulu sebelum melepas diriku kuliah di kota bahwa sesibuk apapun jangan meninggalkan shalat dan membaca Al Qur’an. Kujalankan amanah itu baik-baik. Sepadat apapun jadwal kuliah ataupun organisasi aku tidak pernah meninggalkan kewajiban itu. Mungkin hal itu yang membuat diriku kuat dan tegar dalam mengarungi hidup ini. Terlebih, hal itu juga membuat diriku untuk belajar ikhlas menerima keadaan. Aku juga semakin yakin ada rekayasa Allah dalam hidupku.

Walaupun orang lain mengecap diriku sebagai orang yang gagal, tetapi dengan rasa ikhlas dan selalu berjuang dalam hidup aku bisa lebih bersabar. Namun kusadari pula bahwa Islam mengajarkan pentingnya menuntut ilmu! Aku juga tidak mau memisahkan antara agama dan hal-hal lain dalam hidup, semua saling berkaitan.

Mulai tahun keempat ini aku aktif di sebuah LSM yang mengurus tentang pemberdayaan anak jalanan. Tidak ada teman-teman kampus yang tahu bahwa aku mengikuti ini. Banyak hal yang dapat kuambil pelajaran di sini, yaitu masih banyak sekali anak-anak yang tidak seberuntung diriku. Aku merasa iba karena pada saat teman-teman seumur mereka seharusnya menuntut ilmu dan bersekolah, mereka malah mengemis di jalan-jalan. Alhamdulillah sebagian besar anak-anak jalanan itu telah bersekolah dan siap merenda masa depan yang lebih cerah dengan mengenyam pendidikan.

Tampak wajah mereka yang ceria saat ada dermawan yang bersedia membiayakannya sekolah. Mereka pun senantiasa mendoakanku agar sukses. Aku sangat dekat dengan anak-anak jalanan itu. Aku juga sering bercanda dan bersenda gurau serta menumbuhkan semangat belajar bagi mereka Honorku yang tidaklah seberapa dari mengajar les privat, kusisihkan untuk mereka.. Di sela-sela waktu kuliah kosong aku menyempatkan mengajar mereka dasar-dasar membaca dan menulis. Kelasku pun tidak pernah sepi. Pernah ada 70 orang anak jalanan yang mengikuti kelas informal yang kurintis dengan inisiatif pribadi.

Selain mengajarkan membaca dan menulis, aku juga intensif mengajarkan shalat dan mengaji pada mereka. Selain duniawi, urusan akhirat harus kita utamakan! Aku juga mengingatkan tentang pentingnya memanfaatkan waktu. Waktu tak pernah berulang, sedikit saja kita menyiakannya, maka kita termasuk orang-orang yang merugi.

Ambillah waktu untuk berpikir, itu adalah sumber kekuatan Ambillah waktu untuk bermain itu adalah rahasia dari masa muda yang abadi Ambillah waktu untuk berdoa, itu adalah sumber ketenangan Ambillah waktu untuk belajar, itu adalah sumber kebijaksanaan Ambillah waktu untuk bersahabat, itu adalah jalan menuju kebahagiaan Ambillah waktu unuk tertawa, itu adalah musik yang menggetarkan hati Ambillah waktu untuk memberi, itu adalah membuat hidup terasa berarti Ambillah waktu untuk bekerja, itu adalah nilai keberhasilan Ambillah waktu untuk beramal, itu adalah kunci menuju surga.

Terkadang, aku tak dapat menahan air mata ketika melihat semangat belajar mereka yang luar biasa. Lucunya, mereka lebih memilih belajar bersamaku daripada sekolah formal. Mereka juga banyak yang menangis ketika harus berpisah denganku ketika dijemput oleh orang tua asuhnya. Yah, walaupun tidak mendapat gaji dan bayaran, tapi aku merasa senang bisa sedikit meringankan beban mereka Wajah-wajah polos tanpa beban tetapi penuh dengan antusias dan keinginan untuk lebih baik. “Bang Milu, semoga Allah membalas segala ketulusan abang!” kata salah satu dari mereka ketika dijemput oleh orang tua asuhnya.

Penulis : himi arsad@yahoo.com

annasrei484@gmail.com

1 komentar:

http://beritaterkini7789.blogspot.com/2017/11/astaghfirullah-foto-mesum-pelajar.html

- Inilah Saatnya Menang Bersama MejaVIP
Situs Impian Para pecinta dan peminat Taruhan Online !!!
Hanya Dengan 1 id bisa main 7 games boss!!!
CAPSA SUSUN | PLAY POKER | BANDAR POKER | BandarQ | Domino99 | AduQ | SAKONG Terbaik


Keunggulan MejaVIP
- MINIMAL DEPO & WD 15.000
- PROSES DEPO & WD TERCEPAT
- KARTU-KARTU BERKUALITAS DISAJIKAN
- CS RAMAH & INSPIRATIF SIAP MEMBANTU 24JAM
- TIPS & TRIK MENJADI KEUNGGULAN SITUS INI
- DAN KAMI MEMILIKI BONUS NEW MEMBER 20% BOSKU

Tunggu apalagi Boss !!! langsung daftarkan diri anda di MejaVIP
Bagaimana cara mendaftar? SIMPEL boss!!!
cukup kunjungi kami MejaVIP
klik daftar dan daftarkan diri anda
atau bisa juga melalui live chat dan dan cs kami akan membantu anda 24jam bos!!
Ubah mimpi anda menjadi kenyataan bersama kami!!!
Dengan Minimal Deposit dan Raih WD sebesar" nya!!!

Kami tunggu kehadiran bosku yah^^
 

Posting Komentar