Sabtu, 13 Maret 2010

Cerita Sedih dari Tanah Air.

Mon, 22 Feb 1999 20:48:58 -0500
Salam PERMIAS,

Cerita sedih seperti ini banyak sekali di Indonesia. Kalau kita hanya
berandai-andai untuk membantu atau berandai-andai lainnya saja, masalahnya tidak
akan selesai or even tidak akan menjadi lebih kecil hanya karena kita
berandai-andai. Tindak nyata. Ini yang kita perlukan.

Teman-teman saya alumni SMP 12 Jakarta (angkatan kuliah '91) baru saja bertemu
untuk mengadakan reuni SMP angakatan kita yang pertama. Salah satu program yang
akan kita jalankan adalah beasiswa bagi siswa yang kurang mampu (financially) di
sekolah ini untuk dapat terus melanjutkan sekolahnya. Jika ingin berpartisipasi,
silahkan kontak saya di [EMAIL PROTECTED] langsung. Pertanggungjawaban dari
penggunaan sumbangan anda akan didapatkan langsung dari kepala sekolah
bersangkutan.

Atau mungkin anda tidak 'konek' dengan ide diatas ? Program lainnya ada dari
SPUR (Solidaritas Profesional Untuk Reformasi), untuk membantu para korban
kerusuhan Kupang. Ada pemutaran film "Enemy of the State" sebagai salah bentuk
fundraising activities. Silahkan email Hotasi Nababan (ketua/koordinator SPUR?)
langsung.

Masih nggak konek ? PILAS (Professional Indonesia Lulusan Amerika Serikat)
berencana untuk mengumpulkan dan mempromosikan berbagai activities/programs dari
LSM-LSM yang ada di seluruh Indonesia untuk kemudian dapat anda sumbang secara
terpisah/terperinci. Jadi misalnya anda concern dengan issue pendidikan anak
Indonesia, anda bisa menyumbang langsung ke LSM bersangkutan yang memang
mempunyai program peningkatan kualitas pendidikan anak di Indonesia. Or
something like that..

Target saya program ini sudah bisa jalan kira-kira 1 bulan dari sekarang. Please
check PILAS's website at http://www.pilas.or.id (1 bulan dari sekarang maksudnya,
kalau sekarang masih belum ada apa-apanya). All information on this project will
be posted at PILAS's website, so check it over.


take care and regards from Jakarta,
Okki



Mohammad Rosadi wrote:

> Assalamualaikum wr.wb
>
> Sedih sekali membaca berita dibawah ini. Benar-benar suatu perjuangan
> berat untuk mempertahankan hidup di tengah-tengah kesulitan ekonomi,
> sementara beratus bahkan beribu orang seolah tak peduli dan malah sibuk
> ber-"Valentine's Day" dan mengadakan acara-acara yang kurang bermanfaat
> lainnya, dengan menghambur- hamburkan begitu banyak uang.
> Ah...., andai saja uangnya dibelikan sembako dan dibagikan kepada
> saudara-saudara kita yang sudah tidak mampu lagi membeli makanan..,
> andai saja berbagai hidangan berlebihan yang tersaji di meja pesta bisa
> juga dinikmati oleh para fakir miskin.., andai saja para anak muda dan
> orang-orang yang "kelebihan uang" itu mau mengeluarkan sedikit saja
> uangnya untuk sedekah, andai saja..andai saja...dan andai saja yang
> lainnya, Insya Allah akan banyak saudara-saudara kita yang dapat kembali
> "tersenyum ceria" menatap hari esok.
>
> Semoga berita dibawah ini dapat menjadi bahan renungan bagi kita
> semua....
>
> Wassalam
> Mohamad Rosadi
>
>
>
> ======================================================================
>
> Demi Sekilo Beras, Anak-anak Jadi Pembantu
>
>
> ''Saya terpaksa meninggalkan bapak dan kakak saya, karena
> saya harus bekerja untuk membantu mereka,'' kata Canih (11),
> dengan nada getir. ''Saya juga tak bisa sekolah lagi, tak ada
> biaya.''
>
> Dijumpai di rumahnya, di Kampung Kaceot, Desa Tunggakjati,
> Karawang, Kamis (18/2), gadis berkulit hitam ini bercerita
> sambil menunduk dan menelan ludah, mencoba
> menyembunyikan beban kesedihannya. ''Saya terpaksa bekerja
> di warung nasi,'' katanya.
>
> Nasib Canih memang cukup menyedihkan. Orangtuanya yang
> hanya buruh kasar tak mampu lagi menanggung beban hidupnya,

> kibat tekanan ekonomi dan terus meroketnya harga sembako.

>
> Canih harus menjadi pekerja cilik -- sesuatu yang sesungguhnya
> melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan.
>
> Tapi, Canih tidak sendiri. Di Indonesia sekarang ini ada ribuan,
> bahkan jutaan Canih -- anak-anak yang terpaksa mencari
> nafkah akibat krisis ekonomi. Dengan berbagai cara, mereka
> terpaksa menanggung hidup sendiri atau mencari tambahan
> penghasilan untuk keluarganya. Yang memilih menjadi anak
> jalanan saja, menurut Sekjen Departemen Sosial H Murwanto,
> saat ini sedikitnya ada 12.000 anak.
>
> Di kampungnya, Canih juga tidak sendiri. Di dekat rumahnya,
> misalnya, ada Eti (10), juga terpaksa menjadi pebantu rumah
> tangga. Dan, jangan kaget, gaji mereka sebagai pembantu, baik
> di warung nasi maupun di rumah tangga, sangat kecil, jauh di
> bawah upah minimun regional (UMR). Canih maupun Eti
> mengaku hanya mendapatkan gaji Rp 30.000 per bulan atau Rp
> 1.000 per hari. ''Gaji itu saya berikan pada ibu untuk membeli
> beras,'' kata Canih.
>
> Namun, di tengah perjalanannya, Eti tersandung. Gadis yang
> tampak masih sangat kanak-kanak ini bernasib sama seperti
> ayahnya yang mantan sopir. Ia diberhentikan dari pekerjaannya
> karena majikannya sudah tidak mampu menggajinya.
> ''Warungnya bangkrut,'' cerita Eti.
>
> Jadilah Eti, dua kakak, dua adik, dan ayahnya, menjadi beban
> ibunya, Ny Iin (35), yang sehari-hari berjualan makanan kecil.
> Keuntungan kecil dari berjualan terpaksa dicukup-cukupkan
> untuk makan sehari-hari tujuh anggota keluarga. ''Untuk membeli
> beras saja sering tidak cukup. Ya, kadang-kadang terpaksa
> hanya makan sekali dalam sehari,'' kata Ny Iin.
>
> Namun, Canih masih harus bertahan menjadi pembantu. Sebab,
> di gubuknya yang berlantai tanah, di pinggir Sungai Citarum, ada
> ayah yang sering sakit-sakitan sejak ibunya meninggal dua tahun
> lalu, dan seorang kakaknya yang menderita gangguan jiwa.
> ''Kalau saya tidak bekerja, bagaimana dengan bapak dan kakak
> saya?'' katanya.
>
> Tidak jauh dari rumah Canih dan Eti, ada juga seorang nenek
> yang harus bertahan dengan uang hasil belas kasihan. Dia, Ny
> Anah (60), saat ditemui di gubuknya malah sempat bersembunyi,
> dan menolak difoto karena takut harus bayar. Nenek dua cucu
> ini sehari-harinya mengasuh dua cucu yang masih balita,
> sementara ibunya sedang pergi mencari jariah.
>
> Telapak kaki kanan Ny Anah tampak membusuk. Ia
> menderita sakit sejak lama, namun belum bisa berobat
> karena tidak ada uang. ''Jangankan untuk berobat, untuk
> makan pun tidak ada,'' katanya sambil membujuk cucunya
> yang bersembunyi di bawah tempat tidur karena takut
> difoto.
>
> Canih dan Eti juga hanya sebagian kecil dari ribuan anak
> Karawang yang terpaksa meninggalkan bangku sekolah
> dan mencari nafkah untuk keluarganya. Dengan gaji Rp
> 1.000 per hari, mereka menyambung hidupnya sendiri dan
> keluarganya. Dengan uang itu pula mereka tiap hari
> membeli satu kilogram beras operasi khusus Dolog yang
> harganya memang hanya Rp 1.000 per kg yang memang
> dikhususkan bagi keluarga miskin.
>
> Canih dan Eti tentu masih terlalu muda untuk memikul
> beban hidup keluarganya. Tapi, hidup tidak memberikan
> pilihan pada anak usia sekolah dasar ini, kecuali menjadi
> pembantu. ''Daripada lapar,'' kata Canih. Sebelumnya gadis
> ini ditemukan lemas karena sejak dua hari makannya hanya
> satu kali. ''Itu pun hanya nasi dan air putih,'' akunya.
>
> Kepahitan hidup seperti Canih, Eti, dan Ny Anah banyak
> ditemukan di Karawang, sejak jauh sebelum krisis ekonomi,
> dan jumlahnya membengkak setelah krismon. Tercatat di
> kantor BKKBN setempat ada 121.817 kepala keluarga (KK)
> miskin pada Januari l999. Sebelumnya, pada Desember l998
> ada 117.735 KK miskin -- dalam satu bulan bertambah
> 4.082 KK. Jika dalam satu KK ada lima jiwa, maka di
> Karawang ada 609.085 jiwa yang miskin. Ini berarti hampir
> separo penduduk Karawang yang berjumlah l,5 juta jiwa.
>
> Jumlah itu, kata Kepala Kantor BKKBN Karawang, Dedi
> Suwesdi, Kamis (18/2), akan terus bertambah jika kondisi
> ekonomi masih tetap seperti sekarang. Posyandu hampir 50
> persen tidak melakukan kegiatan. Dan, tekanan mengikuti
> pola makan sehat pun tidak didukung oleh gizi yang
> berimbang. Jangankan bisa minum susu, makan ikan atau
> telor pun hanya mimpi.
>
> Bagaimana dengan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS)?
> Dana JPS tampaknya belum dapat menyantuni semua
> keluarga miskin. Di Kampung Kaceot, misalnya, menurut
> Ketua RT-nya (05/13), Acim, dari sekitar 20 KK miskin di
> wilayahnya, yang menerima dana JPS hanya lima KK.
> 'Satu KK menerima Rp 100.000. Namun uang tersebut
> harus dikembalikan dan umumnya dipergunakan untuk
> membeli beras. Maklum warga di sini umumnya buruh tani
> dan sekarang belum panen,'' kata Acim.
>
> Karena rata-rata buruh tani, wargga Kampung Kaceot, 15
> KM dari kota Karawang, hanya bekerja pada musim tanam
> dan musim panen. Itu pun mereka harus berebut dengan
> yang lain. ''Musim peceklik tahun ini dirasakan sangat berat
> oleh warga, karena harga kebutuhan pokok meningkat dan
> kerja serabutan di tempat lain nyaris tidak ada,'' keluh
> Acim.
>
> Karena itu, lanjut Acim, banyak keluarga yang terpaksa
> memberhentikan anaknya dari sekolah dan merelakan
> mereka untuk bekerja seadanya, termasuk menjadi
> pembantu, buruh pasar, atau bahkan anak jalanan.

1 komentar:

http://beritaterkini7889.blogspot.com/2017/11/hrefhttppokernusa.html

- Inilah Saatnya Menang Bersama POKERNUSA
Situs Impian Para pecinta dan peminat Taruhan Online !!!
Hanya Dengan 1 id bisa main 7 games boss!!!
CAPSA SUSUN | PLAY POKER | BANDAR POKER | BandarQ | Domino99 | AduQ | SAKONG Terbaik


Keunggulan POKERNUSA
- MINIMAL DEPO & WD 15.000
- PROSES DEPO & WD TERCEPAT
- KARTU-KARTU BERKUALITAS DISAJIKAN
- CS RAMAH & INSPIRATIF SIAP MEMBANTU 24JAM
- TIPS & TRIK MENJADI KEUNGGULAN SITUS INI
- KAMI MEMILIKI BONUS NEW MEMBER 100% BOSKU
- DAN KAMI MEMILIKI BONUS DEPOSIT 10% SETIAP HARINYA

Tunggu apalagi Boss !!! langsung daftarkan diri anda di POKERNUSA
Bagaimana cara mendaftar? SIMPEL boss!!!
cukup kunjungi kami POKERNUSA
klik daftar dan daftarkan diri anda
atau bisa juga melalui live chat dan dan cs kami akan membantu anda 24jam bos!!
Ubah mimpi anda menjadi kenyataan bersama kami!!!
Dengan Minimal Deposit dan Raih WD sebesar" nya!!!

Kami tunggu kehadiran bosku yah^^
 

Posting Komentar